KOMPAS.com – Nama Abigail Limuria tengah menjadi sorotan publik setelah tampil sebagai narasumber di media internasional, membahas gelombang demonstrasi yang menolak sejumlah kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sosoknya dinilai berani karena lantang menyuarakan keresahan masyarakat.
Abigail kini dikenal sebagai aktivis muda yang konsisten memperjuangkan nilai demokrasi dari perspektif generasi baru.
Abigail Limuria lahir di Jakarta pada 10 November 1994.
Ia menempuh pendidikan tinggi di Biola University, Amerika Serikat, dengan fokus studi pada Media and Cinema Arts.
Pengalaman akademiknya di luar negeri memperluas wawasan sekaligus membentuk cara pandang kritis terhadap isu-isu sosial, khususnya yang berkaitan dengan perempuan dan anak muda.
Sekembalinya ke Indonesia, Abigail aktif menginisiasi berbagai platform sosial dan politik, di antaranya:
Media independen berbahasa Inggris ini ia dirikan dengan gaya penyampaian pop culture dan humor.
Lewat pendekatan kreatif, WIUI menjembatani generasi muda dengan isu-isu politik Indonesia tanpa terasa menggurui.
Bersama komunitas Think Policy, Abigail menggagas gerakan edukasi politik yang menyajikan informasi pemilu secara objektif.
Program ini juga mendorong keterlibatan anak muda lewat diskusi kampus dan forum publik.
Abigail turut merayakan kisah 51 perempuan inspiratif Indonesia melalui buku Lalita Project yang terbit pada 2019.
Nama Abigail semakin dikenal luas pada 2025 ketika ia bersama sejumlah tokoh muda merumuskan “17+8 Tuntutan”, sebuah rangkuman aspirasi rakyat yang digaungkan dalam aksi demonstrasi.
Gerakan ini melambungkan Abigail sebagai salah satu wajah baru aktivisme Indonesia, mengingat keberanian dan konsistensinya dalam mengawal suara rakyat.
Kiprahnya tak hanya dilirik publik nasional, tetapi juga media internasional.