KOMPAS.com - Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual oleh seorang guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) kini memasuki babak baru.
Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPKS) Unsoed telah menyelesaikan tugas investigasinya dan menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada Tim Pemeriksa Tingkat Universitas yang dibentuk rektorat.
Dilansir dari TribunBanyumas.com, Ketua Satgas PPKS Unsoed, Dr. Tri Wuryaningsih, menyampaikan apresiasi atas dukungan publik dan civitas akademika dalam penanganan kasus ini.
“Kami bersyukur atas kepedulian yang besar dari berbagai pihak. Hal ini menjadi dorongan bagi kami terus berupaya maksimal dalam memastikan Ruang Aman di Kampus,” ujarnya, Sabtu (26/7/2025).
Baca juga: Penanganan Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar Unsoed Libatkan Kemendiktisaintek
Tri menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi terhadap korban, memeriksa terduga pelaku yang merupakan seorang guru besar, serta meminta keterangan dari saksi-saksi relevan.
Karena menyangkut pejabat akademik tinggi, Satgas juga berkonsultasi dengan Sekretariat Jenderal Kemendikbudristek di Jakarta.
"Rekomendasi sanksi nantinya akan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelas Tri.
Selama proses investigasi, Satgas menegaskan bahwa korban menjadi prioritas utama. Pendampingan psikologis telah diberikan sejak laporan pertama kali diterima.
Baca juga: Unsoed Diminta Ungkap Identitas Guru Besar Terduga Pelaku Kekerasan Seksual
Kini, seluruh hasil telah diserahkan ke rektorat. Tim Pemeriksa Universitas memiliki kewenangan untuk memberikan atau merekomendasikan sanksi berdasarkan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.
Tri berharap investigasi ini bisa menjadi cerminan komitmen institusi menciptakan kampus yang benar-benar aman.
“Kami ingin memastikan kampus ini bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang inklusif yang nyaman bagi semua,” tegasnya.
Sebelmnya, puluhan mahasiswa, alumni, pegiat gender, dan masyarakat sipil menggelar aksi damai di depan Patung Kuda Unsoed Purwokerto, Jumat (25/7/2025).
Mereka menutup mulut dengan lakban hitam, menuntut transparansi kampus dalam menangani kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan guru besar.
Aksi ini juga bentuk solidaritas terhadap korban dan desakan agar kampus serius melindungi warganya dari kekerasan seksual.
Terdapat lima tuntutan yang mereka suarakan terkait dengan kasus ini: