KOMPAS.com – Rencana pemberian tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan bagi anggota DPR periode 2024–2029 menuai kritik keras.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kebijakan tersebut akan membebani keuangan negara karena anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 1,74 triliun selama lima tahun.
ICW bahkan membandingkan besaran anggaran itu dengan gaji guru.
Jika gaji guru diasumsikan Rp 4 juta per bulan, dana yang dialokasikan untuk tunjangan perumahan DPR setara dengan gaji 36.000 guru dalam setahun.
Baca juga: Rp 50 Juta untuk Tunjangan Perumahan Anggota DPR, Pantaskah?
Peneliti ICW, Seira Tamara, menilai kebijakan tunjangan rumah DPR tidak tepat, apalagi saat pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran di sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan.
“Secara keseluruhan, biaya yang dibutuhkan Rp 1,74 triliun untuk memberikan tunjangan perumahan kepada 580 anggota DPR selama masa jabatan lima tahun. Nominal ini sangat besar,” ujarnya, dikutip dari KOMPAS.id, Rabu (20/8/2025).
Menurut Seira, dalih DPR yang menyebut angka Rp 50 juta per bulan didasarkan pada harga sewa rumah di kawasan Senayan juga berlebihan.
“Jika mengutamakan fungsi, setengah dari biaya yang dianggarkan saja sudah lebih dari cukup. Lalu, bagaimana jika nominal tersebut tidak digunakan untuk keperluan rumah dinas? Sangat mungkin terjadi karena tidak ada mekanisme pengawasan,” jelasnya.
Baca juga: Banggar DPR: Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta Per Bulan Lebih Efisien daripada Perbaiki Rumah Dinas
ICW menilai kebijakan ini kontradiktif dengan situasi masyarakat yang masih menghadapi kesulitan ekonomi.
Anggaran sebesar Rp 1,74 triliun seharusnya bisa diprioritaskan untuk memperbaiki kualitas layanan publik.
“Kita harus membayangkan betapa besar uang itu, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk sesuatu yang jauh lebih bermanfaat ketimbang membiayai hidup mewah anggota dewan,” kata Seira.
Selain pendidikan, dana sebesar itu juga bisa dipakai untuk sektor kesehatan atau infrastruktur sosial yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat.
Baca juga: Wakil Ketua DPR Sebut Tunjangan Rumah Rp 50 Juta Per Bulan Masuk Akal
Senada, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Misbah Hasan, menilai tunjangan perumahan DPR termasuk pemborosan.
“Pada saat rakyat harus antre minyak goreng, dibohongi oleh trik bensin, hingga berjuang membayar kontrakan, wakil rakyat justru meminta kontrakan mewah dengan uang negara. Kondisi ini semakin menegaskan jargon efisiensi tidak sejalan dengan praktik boros DPR,” tegasnya.
Menurut Misbah, kebijakan tersebut berpotensi memperlebar kesenjangan sosial karena membuat jarak antara elite politik dan rakyat semakin jauh.
Baca juga: Tunjangan Naik, Wakil Ketua DPR: Mungkin Menteri Keuangan Kasihan dengan Kawan-kawan
Menanggapi kritik tersebut, Wakil Ketua DPR Adies Kadir menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji pokok ataupun tunjangan lain, seperti beras dan bensin, yang sempat simpang siur.
Ia menjelaskan, pemberian tunjangan perumahan hanya sebagai pengganti rumah dinas DPR yang sudah dialihfungsikan oleh Sekretariat Negara.
“Tidak ada kenaikan gaji. Yang ada hanya tunjangan perumahan yang sudah dianggarkan sejak tahun lalu karena rumah dinas dialihfungsikan. Jadi, itu klarifikasi saya, semoga tidak menimbulkan polemik di masyarakat,” ujar Adies.
Baca juga: Pundi-pundi Anggota DPR Bertambah, Ada Tunjangan Rumah Rp50 Juta per Bulan
Sebagian artikel ini telah tayang di KOMPAS.id dengan judul "Tunjangan Perumahan DPR Setara Gaji 36.000 Guru".
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini