KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara.
Fokus utama penyidikan saat ini adalah mengungkap siapa pihak yang diduga memberi perintah kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), untuk menerima suap.
"Semuanya masih didalami dari informasi dan keterangan yang disampaikan para saksi, termasuk juga tersangka yang dilakukan pemeriksaan oleh penyidik," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Baca juga: Teka-teki Sosok di Belakang Topan Ginting yang Beri Perintah Terima Suap
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut bahwa Topan Obaja Putra Ginting tidak bertindak sendiri. KPK menduga ada sosok lain yang memberi perintah.
"Kami juga menduga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa," kata Asep, Jumat (25/7/2025).
KPK tengah menggali informasi dari pihak-pihak terdekat TOP, termasuk dari keluarganya. Bahkan, bukti elektronik juga sedang dianalisis di laboratorium forensik.
Baca juga: KPK Masih Dalami Sosok yang Diduga Perintahkan Topan Ginting Terima Suap
Selain mendalami struktur perintah, KPK juga menelusuri aliran dana suap dalam proyek tersebut.
Salah satu saksi dari Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sumut telah diperiksa terkait pergeseran anggaran untuk proyek jalan.
"KPK juga telah memanggil salah satu saksi dari Setda Provinsi, dan didalami terkait dengan anggaran, khususnya pergeseran anggaran yang digunakan untuk pengerjaan proyek tersebut," ujar Budi Prasetyo.
Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025, yang menyasar proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Dua hari kemudian, KPK menetapkan lima tersangka:
Baca juga: KPK Periksa Eks Sekda dan Kadis PUPR di Kasus Topan Ginting, Bobby: Harus Itu...
Kasus ini terbagi dalam dua klaster, mencakup enam proyek dengan total nilai mencapai Rp231,8 miliar.
Menurut KPK, pemberi suap adalah M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang. Sementara itu, penerima suap pada klaster pertama adalah Topan Obaja dan Rasuli Efendi, sedangkan pada klaster kedua adalah Heliyanto.
"Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan," jelas Asep Guntur.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap".
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini