KOMPAS.com - Pemberlakuan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen terhadap sejumlah barang dan jasa mulai 1 Januari 2025 bakal berdampak pada berbagai industri.
Salah satu yang mungkin terdampak adalah pakaian atau fesyen. Hal ini membuat sejumlah orang khawatir, termasuk salah satunya pelajar SMA bernama Bella (17 tahun).
Apalagi, karena masih duduk di bangku sekolah, berbelanja pakaian dilakukannya dengan menyisihkan uang jajan.
"Jujur khawatir karena aku masih SMA, jadi harus masuk sama kantong pelajar," ujarnya kepada Kompas.com di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024).
Baca juga:
Untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga ini, sebagian besar konsumen memilih untuk beralih ke merek yang lebih terjangkau.
Misalnya Pratama (21 tahun) yang akan semakin memprioritaskan belanja pakaian merek lokal, yang harganya relatif lebih terjangkau.
"Sebenarnya gue memang pakai merek lokal sejak awal dan itu murah. Jadi gue merasa aman dan enggak perlu ganti merek, karena menurut gue kenaikan harganya enggak akan terlalu signifikan (untuk merek lokal)," ujarnya kepada Kompas.com di Jakarta Pusat, Kamis.
Sementara itu, opsi lainnya adalah memanfaatkan belanja pakaian bekas atau yang populer dengan istilah thrifting. Hal ini misalnya dilakukan oleh seorang mahasiswi bernama Angel (20 tahun).
"Dengan adanya kenaikan pajak ini, aku cari alternatif lain. Misal, thrifting, karena biasanya dapat model yang bagus dengan harga terjangkau," jelasnya.
Baca juga:
Beralih merek ke opsi yang lebih terjangkau ternyata tidak dirasakan sulit oleh sebagian masyarakat. Misalnya, bagi Irene (20 tahun) yang tak selalu mementingkan merek saat belanja pakaian.
"Aku enggak melihat merek kalau beli baju, tapi bahan dan harga yang sesuai dengan bujetku," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang