KOMPAS.com - Seorang pasien kanker asal New Jersey, Amerika Serikat, mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya berkat terapi kanker baru.
Pamela Goldberger, 65 tahun, mengetahui pada tahun 2023 bahwa ia menderita glioblastoma, tumor otak yang ganas dengan angka harapan hidup rendah, rata-rata hanya 14 hingga 16 bulan bahkan setelah operasi.
Dalam wawancara dengan Fox News Digital, Goldberger menceritakan bahwa gejala awal kankernya tidak terlalu terasa, selain mual yang hebat. Hingga pada suatu malam saat makan dengan keluarganya, ia malah menggunakan garpunya sebagai pisau dan pisaunya sebagai garpu.
Menyadari ada yang aneh dengan dirinya, Goldberger pergi ke UGD untuk menjalani tes neurologis, termasuk MRI dan pemindaian CAT, yang hasilnya menunjukkan dengan jelas adanya tumor otak.
Baca juga: Gejala Serius Tumor Otak yang Diungkapkan 4 Pasien, Apa Saja yang Dirasakan?
"Mendengar berita ini sungguh memilukan. Dunia kami seakan berhenti," ujarnya.
"Kami punya dua cucu kecil, dan [saya pikir] saya tidak akan pernah punya kesempatan untuk melihat mereka tumbuh dewasa. Itu sangat menyedihkan," katanya.
Goldberger lalu dirawat di rumah sakit dan dijadwalkan menjalani operasi otak beberapa hari kemudian.
Operasi merupakan pengobatan standar untuk kanker otak yang sangat agresif ini, tetapi dokter bedah saraf di RS Universitas Cooper di Camden, New Jersey, menawarkan Goldberger pilihan terapi yang berbeda.
Ia meminta Goldberger untuk mempertimbangkan bergabung dalam uji klinis terapi sel dendritik individual yang dapat membantu mengobati glioblastoma. Setelah berdiskusi dengan keluarga Goldberger setuju untuk berpartisipasi.
Baca juga: Veronika Oni, Remaja Asal NTT Melawan Tumor Otak di Usia 15 Tahun
Setelah operasi pengangkatan tumor, Goldberger memulai kemoterapi dan radiasi selama enam minggu, dan beberapa minggu kemudian dilanjutkan dengan terapi sel investigasi selama enam minggu. Proses tersebut diikuti dengan kemoterapi pemeliharaan selama satu tahun lagi untuk memastikan tidak ada lagi sel kanker.
Meskipun proses penyembuhannya "sangat bertahap," Goldberger mengatakan ia mulai merasa seperti dirinya sendiri lagi setelah kemoterapi oral berakhir.
Sekarang, 2,5 tahun setelah diagnosisnya, ia hidup, sehat, dan dapat melanjutkan hobinya bermain tenis beberapa kali seminggu.
Menurut Dr. Joseph Georges, ahli bedah saraf di Rumah Sakit Universitas Banner di Phoenix, Arizona, yang memimpin uji klinis tersebut, angka harapan hidup dan pengobatan kanker glioblastoma belum ada kemajuan dalam 20 tahun.
Baca juga: Penyintas Kanker Bagikan 12 Tips Mengurangi Efek Samping Kemoterapi, Apa Saja?
"Tumor ini sangat bermutasi dan terdapat populasi sel yang berbeda untuk setiap pasien," ujarnya kepada Fox News Digital.
"Tumor ini juga sangat efektif dalam melumpuhkan sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya."