KOMPAS.com - Lost contact atau memutus kontak dengan mantan pasangan termasuk cara cepat move on atau melanjutkan hidup setelah mengakhiri sebuah hubungan. Namun, bolehkah kembali mengontak mantan untuk menjalin pertemanan?
"Berteman dengan mantan bisa terasa seperti tanda kedewasaan. Namun, saya sarankan untuk memeriksa tujuanmu terlebih dulu," tulis terapis anak, keluarga, dan pernikahan berlisensi asal Amerika Serikat bernama Jenn Mann dalam artikelnya di InStyle, Rabu (1/10/2025).
Baca juga:
Jika ingin kembali berteman dengan mantan pacar setelah lost contact cukup lama, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.Jika ingin berteman karena kamu tidak bisa melupakan mereka dan masih ada perasaan romantis, sekaligus ingin membiarkan "pintu" terbuka jika mereka ingin balikan, tentunya hal menghubungi kembali mantan tidak disarankan.
Tujuan seperti itu hanya akan menahanmu untuk melanjutkan hidup setelah putus cinta.
Lebih lanjut, ada pertanyaan penting yang perlu ditanyakan ke diri sendiri yakni:
"Jika kamu tidak bisa menjawab secara jujur apakah kamu bakal nyaman bermain dengan mereka, dan benar-benar bahagia karena mantanmu bertemu dengan seseorang yang baru, kamu sebaiknya tidak berteman kembali," terang Mann.
Baca juga:
Jika ingin kembali berteman dengan mantan pacar setelah lost contact cukup lama, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.Bukan berarti kamu tidak bisa berteman kembali dengan mantan pacar setelah putus kontak cukup lama.
Hanya saja, Mann menyarankan agar kamu mempertimbangkan beberapa hal untuk mendapat kejelasan apakah kamu bisa berteman kembali dengan mereka atau sebaiknya tidak.
"Biasanya, satu orang ingin putus lebih dari yang lain. Jadi, salah satu dari kalian cenderung masih memiliki perasaan romantis," tulis Mann.
Menghabiskan waktu bersama ketika kamu memiliki keinginan romantis dengan mantan pasangan, bisa membuat hubungan berantakan.
Selain itu, nongkrong dengan mantan ketika masih ada perasaan yang tersisa, mencegahmu berduka akan hubungan yang sudah berakhir dan merasakan perasaan yang perlu dilepaskan.
"Hal ini menciptakan rasa penolakan tentang apakah hubungan benar-benar berakhir atau tidak," tutur Mann dalam artikelnya.