KOMPAS.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas memastikan bahwa pemutaran lagu di ruang nonkomersial, seperti acara hajatan atau pernikahan, tidak dikenakan kewajiban pembayaran royalti.
Menurut Supratman, pemutaran musik dalam acara pribadi tidak termasuk kategori komersial.
“Enggak ada. Kalau kawinan mah enggak ada (kena royalti),” kata Supratman usai acara Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/8/2025).
Meski demikian, Supratman menegaskan bahwa kafe, restoran, hotel, pusat kebugaran, hingga toko tetap wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak cipta musik karena mengambil keuntungan dari musik yang diputar.
“Itu yang punya kewajiban. Tapi, kan pemerintah juga tidak buta. Maksudnya tidak buta itu dalam pengertian, pasti mendengar semua pihak. Yang kedua, tidak boleh membebani UMKM kita,” ujarnya.
Ia memastikan, pemerintah tidak ingin pemberlakuan aturan royalti memberatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Baca juga: Hindari Royalti dari LMKN, Pengusaha Otobus Beralih Putar Video Ludruk atau Pengajian
Lebih lanjut, Supratman menjelaskan bahwa penerapan royalti bukan hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tetapi juga terikat pada hukum internasional.
“Yang namanya royalti, itu bukan hanya karena ada undang-undang hak cipta. Tapi kita terikat dengan Konvensi Bern. Itu berlaku secara internasional. Kita berlaku secara internasional,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkumham, Agung Damarsasongko, menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik tetap wajib membayar royalti meski sudah berlangganan layanan streaming seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Agung dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).
Agung menjelaskan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai amanat UU Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Baca juga: Bus di Jawa Timur Dilarang Putar Lagu, Organda Jatim dan PO Khawatir Tagihan Royalti
Di sisi lain, Supratman menyatakan pemerintah akan meminta audit terhadap LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) terkait polemik pembayaran royalti yang dinilai meresahkan masyarakat.
“Khusus royalti, ini lagi kita mau kumpulkan LMKN dan LMK-nya. Saya sudah lapor kepada, kita akan minta supaya akan ada audit baik LMK-nya maupun LMKN-nya,” ucap Supratman.
Menurutnya, audit ini penting agar penyaluran royalti kepada pencipta dan pemilik lagu lebih transparan.
Sebelumnya, rencana penerapan royalti untuk acara pernikahan oleh Wahana Musik Indonesia (WAMI) sempat menuai kontroversi.