KOMPAS.com – Banjir bandang mengguyur Provinsi Bali pada Rabu (10/9/2025) pagi, menyusul hujan deras yang turun sejak Selasa malam (9/9/2025). Sejumlah wilayah terdampak, termasuk Kabupaten Jembrana, Klungkung, Badung, Gianyar, Tabanan, dan paling parah Kota Denpasar.
Bencana ini menelan korban jiwa. Berdasarkan data terbaru dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali per Kamis siang (11/9/2025), tercatat 14 orang meninggal dunia akibat banjir bandang di seluruh Bali, sementara dua orang masih belum ditemukan.
Rinciannya, korban meninggal berasal dari Denpasar 8 orang, Jembrana 2 orang, Gianyar 3 orang, dan Badung 1 orang. Dua korban yang hilang berada di Denpasar.
Selain korban jiwa, ratusan warga kehilangan tempat tinggal dan barang berharga. Sebanyak 562 orang mengungsi, yakni 327 orang di Jembrana dan 235 orang di Denpasar. BPBD Bali mencatat lebih dari 120 titik banjir yang tersebar di tujuh kabupaten/kota:
Baca juga: Momen Gibran Pangku Anak Kecil Saat Bagikan Mainan di Posko Pengungsian Korban Banjir di Bali
Tidak hanya banjir, bencana hidrometeorologi basah ini juga memicu tanah longsor, dengan 12 titik di Karangasem, 5 titik di Gianyar, dan 1 titik di Badung. Setelah banjir, posko penanganan korban didirikan di Denpasar dan Jembrana, dilansir TribunBali.com.
Penyebab Banjir Bandang: Curah Hujan Ekstrem dan Gelombang Rossby-Kelvin
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menjelaskan bahwa banjir bandang di Bali disebabkan curah hujan ekstrem yang sulit diprediksi. Fenomena ini muncul bersamaan dengan aktivitas Gelombang Rossby dan Kelvin.
“Prediksi BMKG memang sudah menyebutkan, tetapi tiba-tiba ada gelombang Rossby dan Kelvin namanya. Sehingga tumpah hujan yang sangat deras 385 mm,” jelas Suharyanto saat meninjau Posko Bencana Banjir Tohpati, Kamis (11/9/2025).
Ia menambahkan, curah hujan di Bali kali ini bahkan lebih tinggi dibanding banjir di Bekasi pada 3 Maret 2025. “Kalau Bapak Ibu sekalian masih ingat waktu banjir di Kota Bekasi tanggal 3 Maret 2025 yang lalu itu ternyata curah hujannya tidak sebesar seperti yang terjadi kemarin. Jadi hujan 24 jam ini tidak bisa diprediksi sehingga melumpuhkan beberapa kota dan kabupaten,” kata Suharyanto.
Gelombang Rossby dan Kelvin adalah fenomena meteorologi yang memengaruhi dinamika atmosfer dan lautan, serta sering memicu hujan ekstrem. Keduanya termasuk gelombang atmosfer ekuatorial.
Menurut infografis BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo yang diunggah di akun media sosial X @infobmkgjuanda, gelombang Rossby adalah gelombang yang terbentuk di fluida (atmosfer atau lautan) dan berotasi berpasangan, bergerak dari timur ke barat di sekitar ekuator. Wilayah yang dilewati gelombang Rossby berpotensi mengalami peningkatan pertumbuhan awan konvektif, seperti cumulonimbus (Cb) yang dapat menimbulkan hujan lebat, petir, angin kencang, dan cuaca ekstrem lainnya.
Gelombang Rossby terbentuk secara alami akibat rotasi bumi (efek Coriolis) dan berskala sangat besar sehingga dapat memengaruhi cuaca dan iklim global, menurut oceanservice.noaa.gov.
Sementara itu, gelombang Kelvin merambat dari barat ke timur dan biasanya dibangkitkan oleh pemanasan sinar matahari. Jika aktif, gelombang ini juga mendorong pertumbuhan awan konvektif di wilayah yang dilintasinya, sebagaimana dijelaskan BMKG Juanda.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang