KOMPAS.com - Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi, menyampaikan kekhawatiran serius terkait tren global yang mengarah pada peningkatan persenjataan nuklir.
Dalam pertemuannya dengan Paus Leo XIV di Vatikan, Jumat (5/9/2025), Grossi mengatakan bahwa banyak negara tidak hanya mempertahankan tetapi juga memperbarui kemampuan nuklir mereka.
Bahkan, negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki senjata nuklir mulai mempertimbangkan kemungkinan memilikinya.
"Saya pikir apa yang kita lihat secara umum adalah peningkatan persenjataan nuklir, alih-alih perlucutan senjata. Jadi, banyak negara sedang memperbaiki dan meningkatkan persenjataan nuklir mereka," ujar Grossi kepada Vatican News dikutip dari Antara.
Baca juga: Bos PLN Sebut RI Bakal Punya Pembangkit Nuklir 7 Gigawatt Pada 2040
"Yang kami lihat adalah bahwa banyak negara, termasuk negara-negara penting di Barat atau bagian dari Barat yang lebih luas, juga di Asia, mulai berpikir bahwa melihat situasi sekarang, mungkin pada akhirnya memiliki senjata nuklir adalah sesuatu yang perlu. Dan inilah yang harus kita cegah," lanjutnya.
Grossi juga menyoroti kondisi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia di Ukraina yang masih berisiko tinggi akibat konflik berkepanjangan.
"Kalau kita lihat peta, kita bisa melihat bahwa PLTN ini berada tepat di garis depan. Jadi, kemungkinan terjadinya sesuatu sangat tinggi," katanya.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran global, mengingat dampak yang bisa timbul jika fasilitas tersebut terdampak serangan militer.
Baca juga: Bahlil Ungkap 5 Negara Minat Danai Proyek Tenaga Nuklir RI, Ada Rusia dan Kanada
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) pada Rabu (3/9/2025) menggelar pertemuan untuk memperingati Hari Internasional Menentang Uji Coba Nuklir.
Izumi Nakamitsu, undersecretary-general PBB yang mewakili Sekretaris Jenderal Antonio Guterres, menegaskan bahwa pelarangan uji coba senjata nuklir bukan hanya persoalan teknis.
"Hal ini merupakan sebuah kebutuhan moral sekaligus strategis," ujarnya.
Robert Floyd, Sekretaris Eksekutif Organisasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT), mengingatkan kembali sejarah panjang uji coba nuklir.
Baca juga: 80 Tahun dengan 2.000 Ledakan Nuklir, Ini Dampak yang Masih Terasa hingga Kini
Sejak Perang Dunia II hingga Perang Dingin, ribuan ledakan nuklir terjadi di seluruh dunia. Namun, sejak traktat CTBT disepakati pada 1996, hanya sedikit uji coba yang dilakukan, yang dianggap sebagai kemajuan besar bagi kemanusiaan dan multilateralisme.
Vivian Okeke, Direktur Kantor Penghubung IAEA di New York, menegaskan bahwa lembaga tersebut tidak hanya fokus pada pencegahan proliferasi senjata nuklir, tetapi juga pada pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
Teknologi ini digunakan untuk diagnosis dan pengobatan kanker, membantu mengatasi kelaparan, melindungi lingkungan, dan menyediakan energi bersih.