Setiap orang pasti pernah merasakan capek dan jenuh, itu merupakan hal yang wajar dan manusiawi.
Terlebih bagi wanita yang harus membagi peran peran sebagai istri, ibu, pekerja, sekaligus menjadi dirinya sendiri.
Rasa jenuh pun tidak datang secara tiba-tiba, melainkan muncul perlahan seiring dengan rutinitas yang monoton, tekanan, dan kurangnya waktu untuk diri sendiri.
Kondisi ini bisa muncul dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari urusan rumah tangga, pekerjaan, hubungan, hingga peran sosial.
Wanita sering kali merasa harus selalu kuat dan bisa mengurus semuanya, padahal itu bisa jadi beban tersendiri.
Titik jenuh bukan berarti kamu lemah, tapi sinyal alami dari tubuh dan pikiran bahwa kamu butuh istirahat atau perubahan.
Kalau dibiarkan terus-menerus, rasa jenuh ini bisa berkembang menjadi stres berkepanjangan, bahkan gangguan kesehatan mental.
Oleh karena itu, penting sekali untuk mengenali dan memahami titik jenuh agar kamu bisa mengelola perasaan tersebut sebelum makin berat.
Melakukan aktivitas yang sama setiap hari tanpa variasi bisa bikin kamu merasa bosan, lelah, dan kehilangan semangat.
Ketika kamu harus mengurus rumah, anak, suami, bahkan pekerjaan sekaligus, tubuh dan pikiran bisa kewalahan.
Tanpa jeda atau bantuan, kelelahan itu akan terus menumpuk hingga membuatmu merasa lelah secara fisik maupun emosional.
Terlalu fokus pada orang lain tanpa memberi ruang untuk diri sendiri bisa membuat kamu merasa tertekan.
Standar sosial tentang bagaimana seharusnya seorang wanita bersikap atau berperan sering kali membuat kamu merasa belum cukup, bahkan saat sudah berusaha maksimal.
Konflik dengan pasangan, anak, atau anggota keluarga lain seringkali menjadi sumber stres yang besar.
Pertengkaran, ketidakpahaman, atau perbedaan harapan bisa menguras energi secara signifikan.
Menjalani hari tanpa arah atau tujuan yang jelas membuat hidup terasa hampa dan membosankan.
Selalu merasa lelah padahal sedang tidak melakukan aktivitas yang berat.
Rasa lelah ini berasal dari kelelahan emosional dan mental yang menumpuk dan penuh tekanan.
Hal-hal yang dulu selalu membuatmu bahagia kini terasa hambar dan kurang menarik seolah hidup jadi serba datar.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Perasaan kamu jadi lebih reaktif, mudah tersinggung, dan gampang kesal meskipun masalahnya sepele.
Kamu mulai lebih memilih untuk menyendiri dan menghindari obrolan atau pertemuan, meski sebelumnya interaksi sosial itu menyenangkan.
Rasa jenuh membuatmu enggan terlibat dalam keramaian atau percakapan sehingga kamu merasa lebih nyaman sendiri.
Kualitas tidurmu terganggu karena pikiran yang terus bekerja, atau sebaliknya, kamu memilih untuk tidur terus menerus karena ingin menghindari dari kenyataan yang melelahkan.
Hari-harimu terasa kosong, dan kamu kehilangan alasan untuk bangkit atau melakukan sesuatu dengan antusias.
Menghadapi titik jenuh memang tidak mudah, tapi ada beberapa cara yang bisa kamu coba agar semangatmu bisa kembali muncul pelan-pelan.
Terkadang yang kamu butuhkan hanya jeda sejenak dari rutinitas untuk melakukan hal-hal sederhana yang membuat hati tenang, seperti nonton film, pergi ke salon, atau sekadar menikmati kopi sambil mendengarkan musik.
Meluapkan isi hati ke teman, pasangan, atau keluarga bisa jadi cara ampuh buat meringankan beban pikiran dan membuat kamu merasa tidak sendirian.
Coba ubah sedikit rutinitas, misalnya dengan bangun lebih pagi, olahraga ringan, atau mengganti rute perjalanan kerja supaya hari-harimu terasa lebih segar.
Daripada memaksakan perubahan besar, lebih baik mulai dari hal kecil terlebih dahulu yang bisa dicapai dan membuat kamu merasa produktif lagi.
Kurangi konsumsi media sosial atau hindari lingkungan yang bikin kamu makin terbebani agar energi emosimu tidak terkuras habis.
Jika rasa jenuhmu sudah terlalu dalam dan susah dikendalikan, tidak ada salahnya untuk konsultasi ke psikolog atau konselor agar mendapatkan arahan yang lebih tepat.
Mengalami titik jenuh bukan berarti kamu gagal atau lemah, tapi justru bisa jadi sinyal kalau kamu butuh jeda dan mengenali dirimu lebih dalam.
Setiap rasa lelah dan kehilangan semangat yang kamu rasakan adalah hal yang manusiawi, apalagi ketika beban hidup terasa bertumpuk tanpa henti.
Kuncinya adalah jangan memendam masalah sendiri, tapi cari cara untuk memahami dirimu, menata ulang tujuan, dan jujur pada apa yang sebenarnya kamu butuhkan.
Salah satu cara sederhana untuk mulai memulihkan diri adalah dengan memberi ruang untuk dirimu sendiri tanpa distraksi, salah satunya dengan menulis.
Lewat terapi menulis, kamu bisa menuangkan semua perasaan yang sulit diucapkan dan melepaskan hal-hal yang mengganggu pikiran.
Seperti yang dijelaskan dalam buku Writing Heals – Seni Menulis untuk Kesehatan Mental dan Kebahagiaan, menulis bukan sekadar kegiatan menuang kata, tapi juga bentuk terapi yang membantu memulihkan diri secara emosional.
Buku ini mengajak pembaca memahami bagaimana terapi menulis dapat mendukung keseimbangan emosi, menjaga kesehatan mental, dan menumbuhkan rasa bahagia dari dalam diri.
Buku ini bisa kamu dapatkan di Gramedia.com atau Gramedia Digital untuk versi digitanya!