KOMPAS.com- Gerhana bulan total diperkirakan akan terjadi pada 7–8 September 2025 atau bertepatan dengan 14 Rabiul Awal 1447 Hijriah. Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau umat Islam di seluruh Indonesia untuk melaksanakan salat gerhana bulan atau sholat Khusuf.
Imbauan ini disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag, Abu Rokhmad, dilansir dari laman Kemenag, Kamis (4/9/2025).
Menurutnya, berdasarkan data astronomi, fenomena ini dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia.
Baca juga: Tata Cara Sholat Qadha Lengkap dengan Bacaan Niatnya
Berdasarkan perhitungan astronomi, berikut perkiraan fase gerhana bulan total yang akan terjadi:
Fase awal sebagian: Minggu (7/9/2025) pukul 23.27 WIB, 00.27 WITA, dan 01.27 WIT.
Awal total: Senin (8/9/2025) pukul 00.31 WIB, 01.31 WITA, dan 02.31 WIT.
Puncak gerhana: Senin pukul 01.11 WIB, 02.11 WITA, dan 03.11 WIT.
Akhir total: Senin pukul 01.52 WIB, 02.52 WITA, dan 03.52 WIT.
Akhir keseluruhan: Senin pukul 02.56 WIB, 03.56 WITA, dan 04.56 WIT.
Abu Rokhmad menjelaskan, umat Islam dianjurkan melaksanakan salat gerhana sejak fase sebagian dimulai.
Baca juga: 10 Keutamaan Sholat Subuh Berjamaah
“Umat Islam dapat mengambil hikmah sekaligus memperkuat ukhuwah dengan melaksanakan ibadah berjemaah, khususnya Salat Khusuf di masjid atau musala terdekat,” ujarnya di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Ia menambahkan, fenomena langit ini sebaiknya dimaknai sebagai momentum untuk memperbanyak zikir, istighfar, dan doa bersama demi keamanan serta keselamatan bangsa.
Dilansir dari laman MUI, dalam bahasa Arab, gerhana bulan disebut Khusuf al-Qamar.
Pada saat fenomena gerhana bulan terjadi, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan shalat sunnah gerhana (shalat khusuf).
Para ulama fikih bersepakat bahwa hukum mendirikan shalat khusuf adalah sunnah muakkadah.
Baca juga: 7 Keutamaan Sholat Dhuha: Dilengkapi Niat dan Doanya
Hal ini berdasarkan dalil dari ayat al-Quran dan Hadis Rasulullah SAW. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Daarul Fikr, juz 2, hal. 1422)
Yaitu firman Allah SWT:
وَمِنْ اٰيٰتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُۗ لَا تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada bulan. Bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
(QS. Fuṣṣilat [41]:37)
Maksud dari ayat ini bahwa umat Islam dilarang bersujud kepada matahari dan bulan, akan tetapi hendaknya melaksanakan sholat ketika terjadinya gerhana sebagai tanda pengagungan terhadap kekuasaan Allah SWT.
Adapun dalil dari Hadis Nabi SAW:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah salat dan banyaklah berdoa hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.” (HR. Bukhari no. 982)
أُصَلِّي سُنّةَ لِخُسُوفِ القَمَرِ رَكْعَتَينِ إِمَامًا/مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini