
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Betapa beratnya langkah seorang guru saat hendak menegur murid di zaman sekarang.
Sebuah niat tulus untuk mendidik bisa berubah menjadi kesalahpahaman, bahkan tuduhan. Padahal di balik setiap teguran, ada kasih yang ingin menuntun — bukan melukai.
Menjadi Guru di Era yang Serba Cepat
Menjadi guru hari ini bukan sekadar profesi, tapi perjuangan moral di tengah derasnya arus perubahan zaman.
Jika dulu guru cukup mengajar dan menegakkan disiplin, kini perannya jauh lebih kompleks: pendidik, konselor, influencer positif, sekaligus penjaga nilai di dunia yang semakin cair oleh arus digital.
Anak-anak Generasi Z dan Alpha hidup di ruang gawai yang membentuk perilaku mereka lebih cepat daripada nasihat di ruang kelas.
Sebuah konten viral bisa menjadi “guru baru” yang lebih didengar daripada sosok di depan papan tulis.
Di tengah kondisi seperti itu, guru tetap berusaha menanamkan nilai-nilai sederhana —sopan santun, budi pekerti, tanggung jawab— hal-hal yang kini justru makin langka di tengah hidup yang serba cepat. Namun niat baik itu kerap berbalas salah paham.
Ketika Teguran Disalahartikan
Bukan rahasia lagi, ada guru yang akhirnya dipojokkan hanya karena bersikap tegas. Ada pula yang harus berurusan dengan hukum, padahal maksudnya mendidik. Fenomena ini bukan lagi satu-dua kasus.
Kini banyak guru seperti berjalan di atas tali tipis antara “mendidik dengan ketegasan” dan “takut disalahartikan”.
Guru seolah harus menjadi sosok sempurna: sabar tanpa batas, lembut tanpa salah langkah. Padahal mereka pun manusia — yang lelahnya tak jarang disembunyikan di balik senyum.
Efek dari ketakutan ini terasa nyata. Banyak guru akhirnya memilih “jalan aman”: tidak menegur, tidak menasihati, dan membiarkan perilaku siswa apa adanya. Disiplin pun perlahan memudar.
Padahal, bila tak ada lagi yang berani menegur dengan niat baik, siapa yang akan menanamkan karakter pada anak-anak kita?
Guru Bukan Lawan, tetpi Sekutu