JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah riuh dan derasnya aliran Kali Cengkareng, Jakarta Barat, berdirilah sebuah karya yang begitu unik dan penuh makna.
Sebuah masjid apung, terbuat dari botol plastik bekas yang dikumpulkan dan dirangkai dengan penuh kesabaran, kini terapung tenang di atas air.
Bangunan mungil berukuran 6x4 meter ini, meski berasal dari barang yang sering dipandang sebelah mata, justru mampu bertahan kokoh dan stabil, menampung hingga dua puluh jiwa tanpa goyangan yang berarti.
“Kurang lebih bisa mencapai 20 orang,” ujar salah satu petugas Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Badan Air Kecamatan Cengkareng, Haidir (bukan nama sebenarnya), Minggu (10/8/2025).
Baca juga: Dibangun dari Botol Plastik, Masjid Apung Kali Cengkareng Kuat Tampung 20 Orang
Masjid apung itu berdiri di atas sebuah trash barrier, alat penahan sampah di sungai yang kini bukan hanya berfungsi sebagai pelindung lingkungan, tapi juga menjadi pondasi sebuah karya seni dan spiritualitas.
Pilar-pilar rendahnya yang melengkung seperti masjid asli, dinding hijau, dan atap oranye menyerupai genting, semuanya terbuat dari botol bekas yang telah dipilah, dicuci, dan dirakit dengan hati-hati selama berbulan-bulan.
“Ini semua bahannya kita kumpulin. Sehabis ngangkutin sampah, kita pilah. Untuk waktunya sendiri saya tidak tahu pasti, yang jelas sampai tiga bulan,” kata Haidir, mengingat.
Setiap botol dipilih sesuai ukuran, bentuk, dan warnanya agar tersusun rapi, menjadi sebuah mahakarya yang tidak hanya mempercantik sungai, tapi juga menyampaikan pesan besar tentang kemerdekaan dan keberlanjutan lintas generasi.
Baca juga: Masjid Apung dari Botol Plastik di Kali Cengkareng Dibangun Berbulan-bulan
Meski belum rampung sepenuhnya, masjid apung ini terus disempurnakan oleh tim UPS, bekerja di sela-sela waktu senggang dari aktivitas pengelolaan sampah mereka.
Nantinya, masjid ini akan mengikuti lomba antar-tim UPS dari 42 kecamatan di Jakarta serta satu tim khusus dari Sungai Ciliwung, yang dijadwalkan pada 27–28 September 2025.
Harapan Haidir sederhana namun mendalam, karya ini bisa menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan dan memberi makna baru pada sampah plastik.
“Nanti diperagain bisa mengapung atau tidak di atas air. Nanti ada alat speed boat-nya supaya bisa tampil di atas air,” tutup Haidir dengan penuh optimisme.
Masjid apung itu bukan sekadar bangunan dari botol bekas, melainkan simbol harapan yang mengapung di tengah tantangan lingkungan, mengajak kita semua untuk melihat sampah sebagai peluang dan kemerdekaan sebagai tanggung jawab bersama.
(Reporter: Ruby Rachmadina | Editor: Fitria Chusna Farisi)
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini