JAKARTA, KOMPAS.com – Warga RW 006 Jati Padang, Jakarta Selatan, menyebutkan banjir yang melanda wilayah mereka akibat jebolnya Tanggul Baswedan kali ini merupakan yang terparah sepanjang tahun.
Ketua RW 006 Jati Padang, Abdul Qahar, menggambarkan kondisi pemukiman warga yang nyaris tenggelam akibat luapan air dari Kali Pulo.
“Parah, sangat parah sekali. Kemarin sudah seperti lautan,” kata Abdul kepada wartawan di lokasi, Jumat (31/10/2025).
Baca juga: Jati Padang Masih Terendam Banjir Usai Tembok Baswedan Jebol
Abdul tidak menampik bahwa wilayahnya memang rawan banjir karena topografi permukaan tanah yang rendah, sehingga menjadi tempat berkumpulnya air dari kawasan lebih tinggi.
Ia menjelaskan, intensitas hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir membuat debit air di Kali Pulo meningkat tajam hingga akhirnya mendorong tembok tanggul dan akhirnya runtuh.
“Memang di bulan-bulan ini kami sudah sering sekali kebanjiran, bahkan kemarin juga banjir, tapi ditimpa lagi banjir hujan lagi dan dengan debit air yang sangat tinggi sehingga menimbulkan jebolnya tanggul,” jelasnya.
Abdul menambahkan, tanggul yang dibangun saat masa pemerintahan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu sebenarnya sangat membantu menahan banjir sebelum jebol.
“Sebelum jebol memang sangat membantu. Itu kan waktu pada saat zamannya Pak Anies ya,” katanya.
Namun kali ini, derasnya arus air tidak hanya menjebol tanggul, tetapi juga merobohkan dua rumah warga.
Baca juga: 5 RT di Jati Padang Terendam Banjir Imbas Jebolnya Tanggul Baswedan
“Dua rumah yang jebol. Satu jebol di RT 003. Rumahnya Pak Edi. Jebol yang di RT 004 itu rumah Pak Hasan,” ujar Abdul.
Salah satu warga, Isma (27), juga menuturkan banjir kali ini jauh lebih parah dibandingkan kejadian sebelumnya ketika tanggul di dekat mushala sempat jebol.
Menurut dia, pada banjir sebelumnya warga masih sempat mengevakuasi barang-barang mereka, sedangkan kali ini air datang sangat cepat.
“Kalau yang ini mah bener-bener, enggak ada persiapan sama sekali. Tiba-tiba banget,” kata Isma.
Begitu air mulai meluap dari atas tanggul, warga segera berusaha menahan arus dengan menutup pintu rumah menggunakan papan agar sampah dan air tidak masuk. Namun upaya itu tidak bertahan lama.
Isma dan keluarganya akhirnya berlari menerobos banjir menuju lantai dua Mushala Sabili, yang dijadikan tempat evakuasi sementara.
“Pas air datang, kami usaha nutup pintu biar barang-barang enggak pada hanyut, terus kami sudah naik ke atas, ke musala,” ungkapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang