JAKARTA, KOMPAS.com - Dimas (30), penyandang disabilitas asal Depok, Jawa Barat, menilai banyak perusahaan belum benar-benar membuka kesempatan kerja yang setara bagi penyandang disabilitas.
Padahal, sudah ada aturan yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan minimal satu hingga dua persen pekerja disabilitas.
Ia menilai, sejumlah perusahaan justru mengakali aturan tersebut dengan membuka lowongan magang sementara tanpa kepastian status kerja tetap setelah masa magang berakhir.
Baca juga: Cerita Pahit Disabilitas Saat Kerja: Target Sama, Gaji Tak Setara
"Kadang status 1 persen itu hanya untuk magang. Jadi untuk percobaan magang 3 bulan. Dan tidak ada perpanjangan lagi untuk ke depannya," kata Dimas saat ditemui dalam acara Job Fair dan Upskilling di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025).
"Itu yang saya temui dari teman saya disabilitas. Kadang ada dapat pekerjaan, tapi statusnya magang. Dari statusnya itu 3 bulan itu enggak ada perpanjangan lagi," lanjut dia.
Dimas menilai praktik yang demikian membuat kesempatan penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak menjadi semakin kecil.
"Jadi statusnya magang aja, tapi enggak jadi pegawai. Harapannya sih kalau memang perusahaan tersebut menerima disabilitas, ke depannya dijadikan pegawai-pegawai disabilitas tetap mungkin," ujarnya.
Meski begitu, Dimas tetap berupaya meningkatkan keterampilannya agar dapat bersaing di dunia kerja.
Ia memiliki keahlian di bidang desain grafis dan digital marketing, dua bidang yang kini ia tekuni sebagai pekerja lepas (freelancer).
Baca juga: Jeritan Hati Penyandang Disabilitas: Harus Cuti Kuliah karena Sulit Dapat Kerja
"Cari lowongan karena saya biasa di rumah kerjanya. Kerjanya kan freelance desain grafis. Saya basic dari desain grafis. Tapi karena freelance, enggak pasti dalam kerjanya. Jadi saya coba agak melangkah-langkah lagi mencari pekerjaan tetap," ujar dia.
Selain itu, Dimas juga menyoroti pentingnya perusahaan memahami kebutuhan aksesibilitas fisik maupun nonfisik bagi pegawai disabilitas agar mereka bisa bekerja dengan nyaman dan setara.
Ia menilai dukungan lingkungan kerja menjadi salah satu faktor penting yang masih sering diabaikan.
"Selain kebutuhan fisik, misalnya kebutuhan akses untuk jalur untuk tuna netra misalnya atau untuk tuli ada bahasa isyarat. Selain itu, bantuan dari kondisi pegawai lain yang paham terkait dengan disabilitas itu juga penting," kata Dimas.
Meski telah bekerja sebagai freelancer desain grafis selama setahun terakhir, Dimas mengaku penghasilannya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Kalau dari saya sih masih kurang ya, jadi masih berjuang juga buat penghasilan sehari-hari. Makanya itu saya mencoba untuk mencari pekerjaan lagi agar bisa kebutuhan sehariannya tercukupi," ujar dia.
Baca juga: Cerita Zidan, Figuran “The Doll 3” yang Kini Cari Pekerjaan Tetap di Job Fair Disabilitas
Sama seperti Dimas, Asroi (22), penyandang disabilitas yang mencari kerja di Job Fair dan Upskilling disabilitas, menilai, regulasi yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan penyandang disabilitas belum berjalan maksimal karena tidak disertai sanksi tegas bagi pelanggar.
“Menurutku sistemnya tuh kurang maksimal karena enggak ada sistem denda gitu loh. Kayak misalnya perusahaan yang belum menerima disabilitas tuh walaupun diwajibkan 1 persen atau 2 persen dari seluruh karyawan, tapi kan masih ada perusahaan yang masih ngelanggar gitu loh,” katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang