JAKARTA, KOMPAS.com - Di balik ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed), nama Jerome Powell kerap menjadi sorotan.
Sebagai Ketua The Fed, Powell memegang kendali atas kebijakan suku bunga yang berdampak langsung pada perekonomian global, termasuk Indonesia.
Namun, langkah-langkah kehati-hatiannya dalam mempertahankan suku bunga tinggi demi mengendalikan inflasi justru menuai kritik tajam dari Trump.
Baca juga: Menakar Dampak Keputusan The Fed untuk IHSG, Sektor Riil, hingga Kurs Rupiah
Tak tanggung-tanggung, Trump menyebut Powell sebagai "terlalu lambat" dan "terlalu politis", menudingnya sebagai penyebab kerugian ekonomi nasional yang disebut mencapai triliunan dollar AS.
Berulang kali pun Trump mengancam bakal mencopot Powell dari jabatannya.
Di tengah tekanan politik tersebut, sosok Powell tetap bertahan dengan pendekatan data-driven dan independensi institusional yang menjadi prinsip utama The Fed.
Jerome Hayden “Jay” Powell lahir pada 4 Februari 1953 di Washington DC, AS.
Baca juga: IHSG Awal Sesi Lesu, Rupiah Melemah Usai The Fed Tahan Suku Bunga
Ia meraih gelar AB dalam Ilmu Politik dari Princeton University pada tahun 1975 dan gelar hukum dari Georgetown University pada 1979, di mana ia menjabat sebagai pemimpin redaksi Georgetown Law Journal.
Dikutip dari Encyclopedia Britannica, Jumat (1/8/2025), setelah meniti karier sebagai pengacara dan bankir, ia menjadi partner di The Carlyle Group (1997–2005) serta menjabat di Departemen Keuangan AS di era Presiden George H.W. Bush sebagai Assistant Secretary dan Under Secretary for Domestic Finance.