JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah menetapkan Senin, 18 Agustus 2025, sebagai cuti bersama nasional. Penetapan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri terbaru yang merevisi aturan hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2025.
Dengan demikian, peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada Minggu, 17 Agustus 2025, akan disertai tambahan cuti bersama sehari setelahnya. Keputusan tersebut dituangkan dalam SKB No. 933/2025, No. 1/2025, dan No. 3/2025 sebagai perubahan atas SKB No. 1017/2024, No. 2/2024, dan No. 2/2024.
Namun, apakah cuti bersama 18 Agustus ini otomatis berlaku bagi pekerja swasta?
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan bahwa ketentuan cuti bersama bersifat fakultatif atau tidak wajib. Kendati demikian, ia tetap mengimbau perusahaan memberikan kesempatan bagi pekerja untuk ikut serta dalam peringatan HUT Kemerdekaan.
“Terkait teknis pelaksanaannya, agar perusahaan dan pekerja/buruh membahasnya secara dialogis, sehingga peringatan HUT RI tetap semarak tanpa mengganggu kelancaran kegiatan usaha,” kata Yassierli melalui keterangannya, Jumat (8/8/2025) lalu.
Baca juga: Bagi Pegawai Swasta, 18 Agustus Apakah Libur Nasional?
“Kami berharap seluruh masyarakat, termasuk para pekerja/buruh, dapat berpartisipasi aktif memeriahkan peringatan HUT ke-80 RI,” ujarnya.
Menurut Yassierli, perayaan kemerdekaan yang diwarnai lomba, karnaval seni, hingga kegiatan masyarakat di tingkat lokal merupakan tradisi penting untuk menjaga semangat kebersamaan.
“Kami ingin kemeriahan HUT ke-80 RI tetap terjaga, sambil memastikan dunia usaha dan industri tetap berjalan,” tegasnya.
Baca juga: Jadwal Operasional Bank Indonesia Selama Libur HUT RI 2025, 16–18 Agustus
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menegaskan bahwa cuti bersama 18 Agustus 2025 memang bersifat opsional bagi sektor swasta.
“Perlu kami sampaikan bahwa bagi sektor swasta, cuti bersama bersifat fakultatif atau opsional. Artinya, pelaksanaannya sepenuhnya dikembalikan kepada kebijakan internal masing-masing perusahaan atau kesepakatan antara pengusaha dan pekerja,” kata Shinta.
Ia menambahkan, kebijakan tersebut tetap harus mengacu pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun perjanjian kerja bersama.
Dengan begitu, perusahaan dapat menyesuaikan keputusan berdasarkan kebutuhan produksi maupun karakteristik operasional.
Baca juga: Naik LRT, MRT, hingga KRL Cuma Rp 80, Berlaku 17-18 Agustus 2025