BANK INDONESIA kembali menurunkan BI Rate. Dalam rapat Dewan Gubernur bulan Agustus 2025, BI rate dipangkas 25 basis poin dari sebelumnya 5,25 persen menjadi 5 persen.
Dengan demikian, BI telah menurunkan BI Rate tahun 2025 sebanyak 100 basis poin. Penurunan BI Rate sepanjang tahun 2025 itu terjadi di bulan Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025.
Penurunan di tahun 2025 ini dianggap yang paling agresif semenjak pandemi Covid-19. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, masih ada kemungkinan untuk menurunkan lagi bunga acuan.
Dalam siaran pers setelah RDG BI bulan Agustus 2025, Perry Warjiyo mengemukakan beberapa alasan penurunan BI Rate tersebut.
Pertama, tingkat inflasi yang masih sesuai rentang target inflasi pemerintah BI, yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen.
Baca juga: Rent-Seeking Behaviour: Ketika Negara Sibuk Memungut, Lupa Menumbuhkan
Kedua, tetap terjaganya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dan ketiga, perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
Harapan dari penurunan BI rate beruntun sampai Agustus 2025, bahkan ada kemungkinan diturunkan lagi adalah terdongkraknya investasi.
Dengan terdongkraknya investasi, maka tingkat pertumbuhan ekonomi juga akan terdongkrak. Ini terkait dengan target ambisius pertumbuhan ekonomi era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, yaitu 8 persen di akhir pemerintahannya.
Apakah hal tersebut realistis?
Pertama, harus dilihat secara realistis bahwa pemangkasan bunga acuan belum tentu akan diikuti penurunan bunga deposito dan simpanan segera, yang kemudian akan diikuti penurunann suku bunga kredit. Dibutuhkan senjang waktu.
Pengalaman selama ini, senjang atau jarak waktu antara penurunan BI Rate dengan penurunan bunga deposito dan kredit sekitar 4-6 bulan. Itupun belum tentu terjadi.
Maka dibutuhkan kebijakan himbauan moral dari BI kepada bank-bank umum untuk segera menurunkan suku bunga deposito dan kreditnya.
Kedua, jika bunga kredit turun belum tentu juga investasi akan naik. Investasi memang salah satunya dipengaruhi suku bunga kredit. Namun, banyak faktor lain yang memengaruhi.
Faktor lain yang selama ini menghambat investasi di Indonesia antara lain: ekonomi biaya tinggi akibat birokrasi dan korupsi, ketidakpastian dalam kebijakan seperti kebijakan yang baru saja diluncurkan, tapi ditarik kembali.
Selain itu, isu yang berseliweran tentang kebijakan perpajakan (misal: akan adanya jenis pajak baru, kenaikan tarif pajak daerah di beberapa daerah, dan lainnya) yang bagi dunia usaha sangat tidak kondusif; serta melemahnya daya beli masyarakat.
Baca juga: Bom Waktu Pati dan Wacana Penghapusan Pajak Bumi-Bangunan
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya