Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Steph Subanidja
Dosen

Guru Besar Ilmu Manajemen, Dosen Program Studi Doktor Manajemen Berkelanjutan, Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Perbanas

"Rent-Seeking Behaviour": Ketika Negara Sibuk Memungut, Lupa Menumbuhkan

Kompas.com - 20/08/2025, 13:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FENOMENA ekonomi Indonesia belakangan ini memperlihatkan gejala yang kian mencolok. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, lebih sibuk mencari tambahan penerimaan melalui pungutan dan kenaikan tarif.

Mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang naik signifikan, retribusi daerah yang semakin beragam, penambahan tunjangan anggota DPR RI, hingga tarif masuk kebun binatang.

Sementara itu, persoalan royalti musik lokal yang tak kunjung tertangani juga menunjukkan betapa orientasi kebijakan cenderung pada upaya “memungut”, alih-alih membangun ekosistem yang sehat.

Pola ini oleh ekonom klasik disebut sebagai rent-seeking behaviour—suatu perilaku mencari keuntungan dari regulasi tanpa menciptakan nilai tambah nyata (Krueger, 1974).

Baca juga: Pajak dan Protes Rakyat dalam Sejarah Indonesia

Pertanyaannya, apakah Indonesia sedang terjebak pada jalan pintas fiskal, dan melupakan visi jangka panjang untuk menumbuhkan ekonomi?

Ekonomi jalan pintas dan "fiscal laziness"

Kenaikan PBB di sejumlah daerah belakangan ini menjadi contoh konkret. Fenomena ini selaras dengan konsep fiscal laziness, yaitu kemalasan fiskal di mana pemerintah lebih nyaman menaikkan tarif atau menambah pungutan daripada melakukan reformasi struktural yang lebih kompleks (Tanzi & Zee, 2000).

Di daerah, pola yang sama tampak ketika Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih banyak digali melalui retribusi parkir, pungutan perizinan, atau PBB, bukan dari basis usaha produktif.

Teori pertumbuhan endogen menekankan inovasi dan investasi teknologi sebagai motor utama pembangunan (Romer, 1990).

Namun, ekspor Indonesia masih didominasi komoditas mentah sekitar 55 persen, sementara manufaktur hanya 45 persen, mencerminkan lemahnya transformasi struktural.

Meski ekspor barang dan jasa tumbuh 7,63 persen pada 2024, impor naik lebih tinggi 10,36 persen, sehingga net ekspor justru menekan pertumbuhan. Ini menandakan ekspor belum menjadi mesin kokoh.

Sebaliknya, sektor ekonomi kreatif mulai menonjol dengan nilai 12,36 miliar dollar AS pada semester I 2024, membuka peluang diversifikasi non-komoditas.

Mengabaikan inovasi, investasi, dan diversifikasi ekspor berarti menunda transformasi ekonomi. Pertanyaannya, beranikah Indonesia menjadikan ketiganya sebagai prioritas pembangunan?

Ketergantungan pada pungutan membebani masyarakat. Kenaikan PBB, retribusi, atau tarif masuk fasilitas publik meningkatkan biaya hidup tanpa jaminan kualitas layanan publik.

Secara makro, fenomena ini berisiko menyeret Indonesia ke middle income trap. Negara berpendapatan menengah kerap gagal naik kelas karena pertumbuhannya berbasis konsumsi dan pungutan, bukan inovasi dan produktivitas (Gill & Kharas, 2007).

Baca juga: Mencegah Kutukan Demografi: Merealisasi Janji 19 Juta Lapangan Kerja

Menurut teori pembangunan institusional, pola ini menunjukkan lemahnya kualitas institusi yang lebih sibuk “memungut rente” ketimbang mendorong penciptaan nilai tambah (Acemoglu & Robinson, 2012).

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
Ekbis
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ekbis
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
Cuan
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau