Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Usul Sejarah dan Sastra Jadi Mata Pelajaran Wajib di Sekolah

Kompas.com - 13/08/2025, 10:19 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana mengusulkan agar mata pelajaran sejarah dan sastra menjadi mata pelajaran wajib dalam revisi Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Menurut Bonnie, hal ini penting untuk meningkatkan minat membaca anak.

“Saya mengusulkan mata pelajaran Sejarah dan Sastra itu menjadi wajib untuk meningkatkan gairah membaca dan meningkatkan kapasitas imajinasi berpikir, sekaligus kesadaran kognitif itu dari baca, dan baca itu melalui sastra, itu penting," kata Bonnie dalam siaran pers, Rabu (13/8/2025).

Baca juga: Daftar Mata Pelajaran yang Diujikan di TKA untuk SD, SMP dan SMA

Bonnie menilai, Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dalam hal penguatan kapasitas kognitif generasi muda yang tergerus pola konsumsi konten media sosial.

Lama-kelamaan, terjadi brain rot atau penurunan fungsi kognitif akibat konsumsi konten digital yang berlebihan.

Kemudian, kesadaran kognitif tidak lagi berkembang maksimal.

Baca juga: Fadli Zon Sebut Banyak Karya Sastra Indonesia yang Belum Go Internasional

"Bisa dibayangkan, dengan kebiasaan mengakses internet, kemudian mengonsumsi konten yang ada di media sosial itu, berbagai kajian sudah muncul,” ujar dia.

Bonnie lantas menyinggung data konsumsi media sosial yang signifikan di kalangan masyarakat.

Pada tahun 2025, 74,6 persen dari 212 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet, 143 juta atau 50,2 persen di antaranya merupakan pengguna media sosial aktif.

Baca juga: Mengapa Peluncuran Hasil Penulisan Ulang Sejarah Mundur?

Dari jumlah itu, 34 persen adalah Gen Z dan 30,62 persen merupakan generasi milenial yang aktif bermedia sosial.

Di sisi lain, tingkat literasi membaca di Indonesia masih rendah, terlihat dari adanya siswa sekolah lanjutan yang belum bisa membaca tulis dengan lancar.

Menurut Bonnie, fenomena ini pun menegaskan hasil temuan UNESCO yang menyebut bahwa hanya sekitar 0,001 persen atau satu dari seribu orang Indonesia yang memiliki minat baca.

Baca juga: Apakah AI dan Coding Akan Jadi Mata Pelajaran Wajib bagi Siswa SD?

Ia juga menyinggung temuan pemerintah bahwa banyak siswa SMP di Serang, Banten, yang kesulitan menulis kata 'Indonesia Raya'.

Politikus PDI-P ini menyebutkan, temuan serupa ditemukan di Buleleng, Bali, di mana ada 155 siswa yng tidak bisa membaca dan 208 siswa tidak lancar membaca.

"Kita menghadapi persoalan ini. Jadi, kita bicara soal tingkat literasi, kita bicara soal tingkat numerasi, sementara penguatan fundamental kognitifnya itu nggak terjadi. Salah satu solusinya tentu baca," ucap Bonnie.

Baca juga: Di RUU Sisdiknas, Pancasila Jadi Mata Pelajaran Wajib

Oleh sebab itu, Bonnie menggarisbawahi pentingnya kembali menghidupkan budaya membaca, seperti yang dilakukan di beberapa negara maju.

Terlebih, beberapa negara sudah membatasi akses media sosial untuk anak hingga memiliki program wajib membaca buku.

“Di Skandinavia, anak muda, siswa sekolah wajib baca buku lagi sebagaimana generasi kita dulu. Di kita sekarang tidak lagi, dan budaya ini yang harus dikembalikan dengan berbagai pendekatan,” kata dia.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau