DI MASA seratus hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming ditandai dengan peringatan keras kepada para menteri dan wakil menteri.
Presiden Prabowo mengingatkan jangan ada yang bandel, jangan ada yang “ndableg”, semua harus memegang teguh pakta integritas.
Pesan itu disampaikan berulang, bahkan di forum besar seperti Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama (5/2/2025). Ketika itu, Prabowo menegaskan akan menindak siapa pun yang melenceng dari jalur pemerintahan bersih.
Namun, justru di hari ke-300, publik diguncang operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel.
Kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi tamparan telak, bukan hanya bagi reputasi kabinet, tetapi juga bagi kredibilitas peringatan Presiden.
Baca juga: Noel, dari Ojol ke Wamenaker, lalu Jatuh di Tikungan Kekuasaan
Pertanyaan pun mengemuka: mengapa setelah 200 hari tambahan peringatan masih saja ada pejabat berani mengambil risiko melawan arus?
Kasus Noel memperlihatkan jurang antara retorika dan implementasi. Teguran yang seharusnya berfungsi sebagai rambu justru dianggap sebagian pejabat sekadar seremonial.
Tegas di panggung, longgar di lapangan. Inilah problem utama yang membuat publik melihat peringatan Presiden tidak cukup menakutkan.
Bahkan, bagi sebagian kalangan, peringatan itu dianggap sekadar basa-basi politik, bukan instrumen penegakan disiplin.
Reshuffle kabinet kini muncul sebagai ujian nyata. Apakah Prabowo hanya akan mengganti Noel demi menenangkan opini publik, atau menjadikan kasus ini momentum konsolidasi lebih besar?
Jika sekadar mengganti satu orang, publik akan menilainya sebagai langkah kosmetik. Namun, jika reshuffle dilakukan tegas dan konsisten, itu bisa menjadi deklarasi moral: masa peringatan sudah selesai, kini waktunya tindakan nyata.
Di sini Presiden diuji. Apakah ia berani mengganti menteri dari partai besar yang tidak seirama, atau akan membiarkan keseimbangan politik lebih diutamakan daripada integritas?
Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, sudah mengingatkan bahwa semua menteri menandatangani pakta integritas sebelum dilantik.
Menurut Dasco, pernyataan Prabowo di acara Nahdlatul Ulama tersebut, sudah sangat jelas di mana Prabowo secara terbuka tengah memberikan peringatan terhadap para menterinya untuk kemudian melakukan evaluasi secara internal di kementerian masing-masing.
"Saya pikir, kan, Pak Prabowo itu orangnya terbuka. Kalau dia sudah bicara terbuka, artinya itu adalah warning (peringatan) kepada pembantu-pembantunya, yaitu menteri untuk kemudian melakukan evaluasi secara internal di kementerian masing-masing," tutur Dasco kala itu.