JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) Satriyo Yudi Wahono, atau dikenal sebagai Piyu Padi, menyoroti lemahnya implementasi izin penggunaan karya cipta lagu dalam praktik di lapangan.
Piyu menegaskan, persoalan izin penggunaan karya cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah mendasar yang harus dibicarakan sebelum membahas masalah royalti.
“Jadi, sebelum bicara mengenai royalti, Undang-Undang Hak Cipta bicara juga tentang izin sebenarnya. Jadi, izin pencipta seperti yang diatur di Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 itu bukan hanya sekadar hiasan atau pelengkap saja,” kata Piyu, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pembahasan RUU Hak Cipta di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Menurut dia, pasal tersebut seharusnya menjadi dasar kuat dalam melindungi hak para pencipta lagu.
Baca juga: Usai Rapat di DPR, Dasco Sebut Ariel, Piyu, dan LMKN Sepakat Akhiri Konflik Royalti
Namun, implementasi aturan perundang-undangan itu di lapangan masih jauh dari ideal.
“Dalam Undang-Undang Hak Cipta ini, (Pasal terkait izin) bukan hanya kalimat-kalimat yang mati, tapi benar-benar memiliki kekuatan, memiliki power, supaya bisa menjadi pelindung buat para pencipta,” kata dia.
Piyu menerangkan, izin penggunaan karya cipta berlaku untuk berbagai bentuk pemanfaatan yang bersifat komersial, mulai dari penggandaan, distribusi, hingga pertunjukan.
Dia mencontohkan, praktik di negara lain seperti Singapura dan Malaysia, yang mewajibkan penyelenggara pertunjukan memiliki lisensi sebelum kegiatan digelar.
“Ketika akan menggunakan gedung seperti contohnya Esplanade, mereka akan bertanya dulu apakah lisensi sudah diselesaikan atau belum,” ungkap Piyu.
“Jadi, izin adalah hal yang pokok atau izin adalah hal yang perlu kita sepakati dulu. Jadi, kita tidak bicara tentang royalti karena izin ini berkaitan dengan hak moral,” sambung dia.
Piyu pun mengingatkan bahwa izin berkaitan erat dengan hak moral pencipta karya.
Apabila sebuah pertunjukan bersifat komersial, maka kewajiban membayar royalti baru berlaku.
Baca juga: Buruh Gelar Aksi 28 Agustus di Jakarta, Ini Titik Kumpul dan Rute Pergerakannya
Oleh karena itu, Piyu menekankan pembahasan revisi UU Hak Cipta seharusnya berangkat dari penguatan mekanisme izin agar perlindungan terhadap pencipta musik benar-benar terjamin.
“Jadi, saya rasa kami di sini ingin menyampaikan bahwa izin adalah hal yang pokok yang harus kita bicarakan di sini. Jadi, ketika sebuah pertunjukan itu maklumatnya adalah izin dulu,” ujar Piyu.
“Ketika pertunjukan itu berbau komersial, ketika pertunjukan itu sudah mengandung tiket, sudah mengandung nominal uang, dan sudah pasti memberikan hak keuntungan kepada baik penggunanya maupun kepada pelaku pertunjukannya, itu wajib untuk bisa memberikan royalti,” pungkas dia.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini