ELITE politik berjoget-joget, tunjangan besar wakil rakyat, bersikap arogan terhadap kritik publik, bahkan cenderung meremehkan. Lalu, demonstrasi meluas dan jatuh korban.
Ya, sudah jatuh korban! Tragis! Rakyat kecil ditabrak kendaraan rantis Brimob, kemudian jatuh, lalu dilindas kendaraan rantis aparat.
Semua meneteskan air mata melihat peristiwa itu, bahkan sudah menjadi perhatian dunia.
Affan Kurniawan pekerja keras pencari nafkah harian yang bekerja sebagai ojek online telah gugur dalam petistiwa itu. Banyak media internasional memberitakan peristiwa tragis yang menyayat hati itu.
Lalu, demonstrasi di mana-mana, membesar, makin anarkistis, gedung-gedung pemerintah dan parlemen di daerah berselimut api. Titik rusuh disertai penjarahan terjadi di kota-kota besar hingga kota kecil di Indonesia.
Baca juga: Pulihkan Legitimasi, Berpihak pada Rakyat
Korban nyawa terus berguguran. Dalam peristiwa pembakaran Gedung DPRD Kota Makassar, ada tiga korban tewas, yakni M Akbar Basri (fotografer/anggota humas DPRD Kota Makassar), Sarinawati (ajudan anggota dewan), dan Syaiful (Kasi Kesra Kantor Kecamatan Ujung Tanah).
Terakhir, mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta Rheza Sendy Pratama, meninggal dunia saat mengikuti aksi unjuk rasa di Markas Polda DIY pada Minggu (31/8/2025).
Kantor-kantor polisi hingga brimob diserbu massa, bahkan juga disambar api. Aksi-aksi demonstrasi tak kenal henti entah sampai kapan berakhir.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sampaikan himbauan, tak meredakan protes publik dan demonstrasi.
Presiden Prabowo Subianto lalu pidato, tetapi tidak juga meredakan protes. Pidatonya pagi, sore dan malamnya demontrasi tetap meluas dan rusuh karena tak menjawab tuntutan publik secara mendasar.
Para ketua organisasi kemasyarakatan dan tokoh dikumpulkan lalu pidato, tidak juga meredakan protes di berbagai daerah.
Ketua-ketua partai politik dikumpulkan lalu Presiden berpidato. Namun, tak juga meredakan protes mahasiswa bersama rakyat. Sebab lagi-lagi, presiden tidak memenuhi tuntutan publik yang paling fundamental.
Lalu mulai muncul narasi yang menyudutkan kelompok tertentu. Pola lama. Mahasiswa sering dituduh, dianggap musuh negara.
Sejak era pemerintah yang lalu, terjadi aktivitas membelah mahasiswa, merusak idealisme mahasiswa dan menuduh mahasiswa yang bersikap kritis dengan maksud membungkam.
Tidak sedikit mahasiswa yang rusak idealismenya, bahkan moralitas hidupnya karena iming-iming dan fasilitas dari kekuasaan.