Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Di Mana Menko Polkam Budi Gunawan?

Kompas.com - 01/09/2025, 12:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mahfud kembali tampil di depan publik ketika Tragedi Kanjuruhan menewaskan ratusan suporter sepak bola pada 2022. Ia memimpin rapat darurat, membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta, dan melaporkan hasil investigasi langsung ke Presiden.

Setahun lalu, 2024, ketika pilot Selandia Baru disandera di Papua, Hadi Tjahjanto yang menjabat Menko Polhukam tampil memimpin konferensi pers. Ia hadir bersama Panglima TNI dan Kapolri, menunjukkan koordinasi lintas lembaga.

Dalam kasus penyanderaan ini para penyandera diidentifikasi sebagai kelompok separatis dan pasukan TNI ikut serta dalam operasi penyelamatan. Namun, yang tampil di depan publik saat itu pun bukan Menhan, tapi Menko Polkam.

Jauh ke belakang, dalam periode pemerintahan Presiden Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono amat banyak tampil di depan publik merespons sejumlah kerusuhan etnis di Tanah Air.

Maka, Menko Polkam adalah “dirigen” dalam komunikasi krisis. Dalam situasi keamanan dalam negeri yang sedang penuh luka, wajah negara yang seharusnya tampil adalah Menko Polkam, bukan Menhan.

Persepsi publik ketika Menhan tampil di depan

Barangkali sebagian publik akan mengira secara sederhana, bahkan ketidakhadiran Menkop Polkam hanya persoalan teknis semata. Mungkin Budi Gunawan sedang ada tugas lain. Atau, barangkali memang demikian pembagian tugas internal kabinet.

Namun, dari perspektif komunikasi publik, absensi ini tidak sederhana. Ia memberi pesan simbolik bahwa dalam krisis domestik, pemerintah memilih menampilkan figur pertahanan ketimbang figur koordinasi politik-hukum.

Pesan ini berisiko membentuk persepsi publik bahwa pemerintah sedang menekankan pendekatan koersif, menonjolkan militerisasi dalam merespons demonstrasi dan kerusuhan sipil.

Ini pesan yang mengandung risiko, dan kalau benar, ini berbahaya bagi demokrasi. Salah satu capaian reformasi 1998 adalah menegaskan supremasi sipil atas militer.

Polri dipisahkan dari TNI, lalu ditempatkan langsung di bawah Presiden, dengan Menko Polkam sebagai koordinator. Tujuannya jelas, agar urusan keamanan dalam negeri dipimpin sipil, bukan militer.

Baca juga: Negara Bukan Malaikat, Rakyat Bukan Nabi

Dengan Menhan tampil dalam isu kerusuhan domestik, publik bisa saja menafsirkan bahwa garis sipil-militer kembali kabur. Ini seolah menjawab kekhawatiran publik soal wajah pemerintahan Prabowo kelak.

Tentu, pemerintah bisa berargumen bahwa kehadiran Menhan bersama para kepala staf TNI adalah pesan “ketegasan” untuk meredam kerusuhan. Dalam situasi genting, menunjukkan kekompakan aparat pertahanan bisa dipandang perlu.

Namun di sisi lain, demokrasi juga membutuhkan narasi yang menenangkan, yang membuka ruang dialog, yang menjelaskan langkah hukum dan politik di balik penegakan keamanan. Di sinilah seharusnya Menko Polkam tampil.

Mungkin publik tidak menuntut jawaban instan dari Menko Polkam. Namun, kehadirannya di podium menjadi simbol bahwa negara tidak semata bertumpu pada kekuatan senjata, melainkan juga pada koordinasi hukum dan politik.

Dalam krisis, simbol sering lebih kuat daripada isi pidato. Ketika simbol itu absen, pesan yang sampai ke publik pun timpang.

Halaman:


Terkini Lainnya
KSAD Australia Kunjungi Kemenhan, Bahas Pertukaran Personel dan Pendidikan Militer
KSAD Australia Kunjungi Kemenhan, Bahas Pertukaran Personel dan Pendidikan Militer
Nasional
Ini Alasan Prabowo Belum Lantik Menko Polkam Pengganti Budi Gunawan
Ini Alasan Prabowo Belum Lantik Menko Polkam Pengganti Budi Gunawan
Nasional
KPK Panggil Analis OJK Jadi Saksi Kasus Dana CSR BI-OJK
KPK Panggil Analis OJK Jadi Saksi Kasus Dana CSR BI-OJK
Nasional
Prabowo Anggap Penting Budaya 'Warga Jaga Warga': Tak Ada Alasan untuk Izinkan Kekerasan
Prabowo Anggap Penting Budaya "Warga Jaga Warga": Tak Ada Alasan untuk Izinkan Kekerasan
Nasional
Prabowo Sebut Usul Bentuk Tim Investigasi Independen Pascademo Masuk Akal
Prabowo Sebut Usul Bentuk Tim Investigasi Independen Pascademo Masuk Akal
Nasional
BGN Ungkap 5 Kabupaten Masih Belum Punya SPPG untuk MBG
BGN Ungkap 5 Kabupaten Masih Belum Punya SPPG untuk MBG
Nasional
Puteri Komarudin Diusulkan Jadi Menpora? Ini Kata Bahlil
Puteri Komarudin Diusulkan Jadi Menpora? Ini Kata Bahlil
Nasional
Mendagri Ingatkan Bansos Harus Tepat Sasaran demi Turunkan Kemiskinan Ekstrem
Mendagri Ingatkan Bansos Harus Tepat Sasaran demi Turunkan Kemiskinan Ekstrem
Nasional
Prabowo di Forum BRICS: Perdagangan dan Keuangan Kini Jadi Senjata di Politik Dunia
Prabowo di Forum BRICS: Perdagangan dan Keuangan Kini Jadi Senjata di Politik Dunia
Nasional
Daftar Lengkap 49 Menteri Prabowo, Usai Lakukan Reshuffle Kedua
Daftar Lengkap 49 Menteri Prabowo, Usai Lakukan Reshuffle Kedua
Nasional
BPKH Salurkan Nilai Manfaat Rp 2,1 Triliun untuk 5,4 Juta Jemaah
BPKH Salurkan Nilai Manfaat Rp 2,1 Triliun untuk 5,4 Juta Jemaah
Nasional
Di Forum BRICS, Prabowo Soroti Standar Ganda Hukum Internasional
Di Forum BRICS, Prabowo Soroti Standar Ganda Hukum Internasional
Nasional
KPK Ingatkan Menteri yang Baru Dilantik Prabowo Segera Lapor LHKPN
KPK Ingatkan Menteri yang Baru Dilantik Prabowo Segera Lapor LHKPN
Nasional
Peluang Restorative Justice, Harapan Pulang Anak dan Mahasiswa Usai Kerusuhan Agustus
Peluang Restorative Justice, Harapan Pulang Anak dan Mahasiswa Usai Kerusuhan Agustus
Nasional
Klaim Hotman: Nadiem Tak Terima Uang dan Tidak Mark Up Laptop Chromebook, Mirip Kasus Tom Lembong
Klaim Hotman: Nadiem Tak Terima Uang dan Tidak Mark Up Laptop Chromebook, Mirip Kasus Tom Lembong
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau