DAYA beli masyarakat pekerja terus-menerus menurun. Pekerja di sektor swasta dan pegawai pemerintahan tidak menerima kenaikan gaji yang sepadan dengan inflasi atau kenaikan terus menerus harga kebutuhan.
Masyarakat wirausaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), juga mengeluhkan kesulitan dalam berusaha.
Mungkin hanya pemilik modal (pemilik perusahaan), manajer di perusahaan swasta berskala besar, serta para politisi dan pejabat tinggi pemerintahan dan BUMN saja yang masih memiliki daya beli serta mampu menunjukkan gaya hidup mewah di tengah kesulitan ekonomi masyarakat pekerja dan UMKM.
Pemerintah melalui BPS menyajikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup menggembirakan, serta produk domestik bruto (PDB) yang cukup besar, bahkan masuk kategori negara dengan PDB terbesar ke-7 di dunia (IMF, 2025).
Sehingga, Indonesia menjadi anggota dari 20 negara-negara dengan PDB terbesar di dunia (G-20).
BPS mencatat pada akhir 2024, PDB Indonesia atas dasar harga berlaku sebesar Rp 22.139 triliun dan pendapatan per kapita sebesar Rp 78,6 juta per jiwa per tahun.
Pendapatan per kapita sebesar Rp 78,6 juta per jiwa per tahun berarti setiap bulan per orang Indonesia menerima penghasilan sebesar Rp 6,55 juta, lebih tinggi dari UMP Jakarta (UMP tertinggi di Indonesia) sebesar Rp 5,39 juta.
Angka pendapatan per kapita sebesar Rp 6,55 juta dibangun dengan asumsi seluruh penduduk menerima atau seluruh penduduk bekerja.
Baca juga: Frustrasi Kolektif Rakyat: Keharusan Sahkan RUU Perampasan Aset
Pada kenyataannya, pendapatan tersebut tidak terdistribusi seperti angka matematis pendapatan per kapita. Terdapat ketimpangan di antara penduduk yang dapat diukur dengan angka rasio gini yang diukur dari 0 sampai dengan 1.
Angka 0 menunjukkan pendapatan terdistribusi merata pada semua penduduk sebagaimana angka pendapatan per kapita, dan angka 1 menunjukkan seluruh PDB dimiliki oleh satu penduduk.
Rasio gini Indonesia per September 2024 sebesar 0,381 (BPS, 2024). Angka 0,381 dapat dipahami sebagai suatu kondisi ketimpangan.
Perdebatan para ahli mengemuka mengenai integritas data yang disajikan oleh BPS. Sebagian ahli berpendapat bahwa BPS sebagai instansi pemerintah tidak cukup independen untuk menyajikan data yang objektif.
Dalam ekonomi setidaknya ada empat faktor produksi, yaitu tanah dan sumber daya alam, modal, kewirausahaan, dan tenaga kerja.
Apabila faktor produksi tenaga kerja menerima stagnasi upah dan gaji, lantas balon pertumbuhan ekonomi atau tingginya PDB Indonesia sebenarnya diterima oleh faktor produksi yang mana?
Apakah pemilik modal atau pemilik perusahaan (faktor produksi modal) ataukah para manajer perusahaan (faktor produksi kewirausahaan) yang menerima tingginya PDB Indonesia?