Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh Samsul Arifin
Broadcaster Journalist

Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data

Budaya Mundur di Jepang, Budaya Lari Pejabat Indonesia

Kompas.com - 04/09/2025, 10:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAKU ETO adalah menteri pertanian, kehutanan dan perikanan di Pemerintahan Perdana Menteri Shigeru Ishiba di Jepang.

Suatu waktu, ia berkelakar tidak pernah beli beras karena para pendukungnya memberi dia "banyak" beras sebagai hadiah (BBCIndonesia.com, Mei 2025).

Alih-alih bikin tertawa, ucapan Eto itu malah menyulut protes dari masyarakat. Isu ini menyentuh wilayah sensitif karena beras adalah komoditas penting di Jepang.

Terlebih saat itu harga beras sedang meningkat tajam. Harga beras impor pun sulit dijangkau masyarakat awam.

Negara maju ini terpelanting pada urusan dasar dan vital: Pangan. Bersama air dan energi, tiga hal ini menentukan keberlanjutan negara dan bangsa serta tatanan global saat ini dan di masa depan.

Gara-gara beras, menteri Eto--yang mestinya sanggup mengendalikan pasokan dan harga beras--mengundurkan diri pada Mei 2025. Eto kehilangan legitimasi moral sekaligus politik di parlemen sehingga jatuh karena ucapannya yang dimaksudkan sebagai kelakar itu.

Baca juga: Menuntut Rasa Malu Pemimpin

Ucapan warga Yokohama, Memori Higuchi kepada BBC menampar keras pejabat yang kurang sensitif dan empati.

"Politisi tidak pergi ke supermarket untuk belanja bahan makanan, jadi mereka tidak paham," ujar Higuchi.

Bicara bagian penting dari pekerjaan politisi, namun bersikap simpatik dan empati harus menjadi keniscayaan untuk berkorespondensi dengan masalah dan publik.

Dua tahun sebelumnya, empat menteri di kabinet PM Fumio Kishida juga mundur. Pangkal soalnya kasus dugaan suap 3,4 juta dollar AS yang melilit Partai Demokrat Liberal-- partai berkuasa di negeri itu (South China Morning Post, 14 Desember 2023).

Di negeri mentari terbit, pejabat mundur sudah tidak terhitung jumlahnya. Mundur atau mengundurkan diri adalah ekspresi dari rasa malu, sekaligus pertanggungjawaban atas kesalahan, kelalaian, kealpaan, ketelodoran dan kegagalan sang pejabat.

Ini sudah mendarah daging dalam budaya Jepang. Sejumlah sumber menyatakan, budaya malu ini bisa dilacak hingga zaman Edo (1600-1867) di mana Bushido telah mencengkeram para Samurai.

Orang Jepang merasa malu jika melanggar norma, berbuat tidak jujur, gagal mencapai tujuan, tidak disiplin hingga bermalas-malasan.

Itulah Jepang. Negara maju, sejahtera, mencangkok ide kemajuan dan modernitas sejak restorasi Meiji (1868) serta mengadaptasi sistem demokrasi, tapi kukuh merawat nilai tradisional yang digali dari rahim kebudayaan mereka.

Jepang tetaplah Jepang, termasuk dalam menyusun peta jalan bagi kemajuan sepak bola domestik.

Jepang adalah teladan tentang kedisiplinan, kejujuran, kemampuan beradaptasi. Juga tentang kredibilitas dan integritas--sesuatu yang di negeri kita lebih gampang diomongkan daripada dijalankan.

Indonesia dikoyak demonstrasi luas yang berujung kekerasan, kerusuhan dan penjarahan di pekan terakhir Agustus 2025.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat, total korban meninggal akibat demonstrasi yang meletus pada 25 Agustus sampai 31 Agustus, mencapai 10 orang. Tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Solo dan Makassar.

Baca juga: Revolusi Moral Pejabat: Mundur Memulihkan Kepercayaan Rakyat

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau