JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah pejabat dari Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus (Ditbina UHK) Kementerian Agama era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu (17/9/2025).
Mereka dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu.
Baca juga: Jadi Barang Bukti Kasus Haji, KPK Hitung Uang yang Dikembalikan Ustaz Khalid Basalamah
Mereka yang dipanggil KPK adalah Jaja Jaelani selaku Direktur Bina Umrah & Haji Khusus tahun 2024; Nur Arifin selaku Direktur Umrah dan Haji Khusus tahun 2023; Abdul Muhyi selaku Analis Kebijakan pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus tahun 2022–2024; dan Ramadhan Harisman selaku PNS pada Kementerian Agama Republik Indonesia.
Meski demikian, KPK belum menyampaikan materi yang didalami dalam pemeriksaan saksi-saksi tersebut.
Baca juga: KPK Sebut Uang yang Dikembalikan Ustaz Khalid Basalamah Jadi Barang Bukti Kasus Kuota Haji
Diketahui, KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Baca juga: KPK Dalami Barang Bukti yang Disita dari Rumah Eks Menag Yaqut Saat Periksa Wasekjen GP Ansor
Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.
KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun.
KPK pun sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang