JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) Menas Erwin Djohansyah membeli rumah menggunakan uang suap pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa saksi atas nama Faryd Sungkar selaku wiraswasta atau pebalap motor pada Kamis (23/10/2025).
“(Penyidik mendalami) terkait pembelian rumah oleh saudara ME (Menas Erwin) kepada saksi saudara FS (Faryd Sungkar) yang berlokasi di Bandung. Bahwa rumah tersebut diduga dibeli oleh ME (Menas Erwin) menggunakan uang yang diduga terkait dengan perkara yang sedang disidik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Jumat (24/10/2025).
Budi mengatakan, keterangan Faryd Sungkar membantu penyidik dalam menelusuri jejak-jejak aliran uang yang berasal dari tindak pidana korupsi tersebut sebagai upaya pemulihan aset.
Baca juga: Anak Pengusaha Menas Erwin Mangkir Panggilan KPK
“Keterangan saksi saudara FS (Faryd Sungkar) tentunya membantu penyidik dalam menelusuri jejak-jejak aliran uang yang berasal dari TPK ini, sebagai upaya dalam asset recovery,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Menas Erwin Djohansyah (MED), Direktur PT Wahana Adyawarna, dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, penahanan dilakukan setelah penyidik menjemput paksa Menas di sebuah rumah kawasan Tangerang Selatan, pada Rabu (24/9/2025) pukul 18.44 WIB.
Langkah itu diambil lantaran Menas dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan tanpa keterangan jelas.
“Karena yang bersangkutan tidak hadir dua kali pemanggilan tidak hadir, kemudian juga kita sudah coba cari beberapa waktu tidak ada, tapi alhamdulillah kemarin ya sore ya, kita dapat informasi bahwa yang bersangkutan ada di suatu tempat," kata Asep dalam konferensi pers, Kamis.
Baca juga: Kasus Kuota Haji, 300 Biro Travel dari Jatim hingga Kalsel Sudah Diperiksa KPK
Menas ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 20 September hingga 14 Oktober 2025 di Rutan KPK cabang Jakarta Timur.
Dalam kesempatan itu, Asep mengungkapkan bahwa konstruksi perkara bermula ketika Menas diperkenalkan kepada Hasbi Hasan (HH), Sekretaris MA periode 2020-2023, oleh rekannya berinisial FR pada awal 2021.
Dalam pertemuan itu, Menas meminta bantuan Hasbi untuk mengurus perkara hukum milik rekan-rekannya.
Selama Maret-Oktober 2021, Menas bersama FR berulang kali bertemu dengan Hasbi di sejumlah lokasi tertutup yang disewa atas biaya Menas.
Sejumlah perkara yang disebut diurus antara lain sengketa lahan di Bali, Jakarta Timur, Depok, Sumedang, Menteng, hingga Samarinda.
“HH kemudian menyanggupi untuk membantu penyelesaian perkara sesuai dengan permintaan MED. Dalam pengurusan perkara oleh MED kepada HH terdapat biaya pengurusan perkara yang besarnya berbeda-beda tergantung perkaranya," ungkap Asep.
Baca juga: KPK Sita Mata Uang Asing Saat Periksa Biro Travel Haji di Jogja
"Jadi, untuk memberikan bantuan itu atau mendapat bantuan, tidak gratis, HH meminta sejumlah uang atau bayaran kepada saudara MED," tambah dia.
Namun dalam praktiknya, lanjut Asep, tidak semua perkara dimenangkan.
Hal ini membuat Menas juga ditagih oleh pihak-pihak yang sudah menitipkan uang, sehingga ia meminta pengembalian dana kepada Hasbi melalui FR.
Atas perbuatannya, Menas disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang