JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan membatasi operasional angkutan barang pada libur panjang Maulid Nabi Muhammad SAW, 4–7 September 2025.
Kebijakan ini diterapkan untuk mengantisipasi lonjakan mobilitas masyarakat dan menjaga kelancaran lalu lintas di sejumlah ruas jalan tol, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bersama No. KP-DRJD 3760, Kep/143/VIII/2025, 62/KPTS/Db/2025.
"Ini komitmen kami dalam menjamin keselamatan hingga kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, juga untuk mengoptimalkan penggunaan dan pergerakan lalu lintas di ruas jalan nasional,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, dikutip Selasa (2/9/2025).
Baca juga: Syarat Lengkap dan Jadwal Akhir Pemutihan Pajak Kendaraan di Jabar
“Kami telah menetapkan sejumlah strategi pengaturan lalu lintas yang diatur di dalam SKB, di antaranya melalui pembatasan operasional angkutan barang dan sistem jalur/lajur pasang atau tidal flow (contra flow),” lanjut Aan.
Pembatasan berlaku bagi mobil barang dengan sumbu tiga atau lebih, kendaraan dengan kereta tempelan, serta kendaraan dengan kereta gandeng.
Termasuk, truk pengangkut hasil galian (tanah, pasir, batu), hasil tambang, dan bahan bangunan.
Ruas jalan tol yang akan dikenakan aturan pembatasan antara lain:
Baca juga: Kata Konsumen Soal Harga Mobil Mahal Imbas Pajak Tinggi
Kemudian, di jalan tol di wilayah Semarang, yaitu Krapyak-Jatingaleh, Jatingaleh-Srondol, Jatingaleh-Muktiharjo, dan jalan tol Semarang-Solo.
Meski begitu, pembatasan tidak berlaku untuk kendaraan pengangkut barang tertentu seperti BBM, hantaran uang, penanganan bencana, hewan dan pakan ternak, pupuk, serta kebutuhan pokok (beras, tepung, gula, sayur, buah, daging, ikan, telur, minyak goreng, dan sebagainya).
Aan menekankan, kendaraan barang yang tetap diizinkan melintas harus mematuhi ketentuan keselamatan. “Angkutan barang yang diperbolehkan melintas tetap harus mematuhi ketentuan keamanan dan keselamatan di jalan. Tidak menggunakan kendaraan ODOL, ini harus dibuktikan dengan dokumen perjanjian antara pemilik barang dengan pengusaha angkutan,” katanya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini