Ribuan warga Pati tuntut bupati lengser, Sudewo menolak mundur – Bagaimana mekanisme pemberhentian kepala daerah?

Sumber gambar, ANTARA FOTO
Unjuk rasa yang dihadiri ribuan warga di depan kantor Bupati Pati, Rabu (13/08), diwarnai kericuhan dan tembakan gas air mata. Bersamaan dengan itu, delapan fraksi di DPRD Pati sepakat menggelar hak angket terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang berujung tuntutan agar Sudewo, orang nomor satu di kabupaten itu, mundur.
Meski demikian, Sudewo menolak memenuhi tuntutan demonstran untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Sejak Rabu (13/08) subuh tadi, warga dari berbagai wilayah mulai memadati kawasan Alun-alun Pati.
Beberapa kali terdengar teriakan dari kelompok warga itu, "Bupati Pati Sudewo harus lengser" yang diikuti seruan bersama.
Sekitar pukul 11.00 WIB, ketegangan kecil terjadi antara warga dan aparat kepolisian di sekitar alun-alun.
Sejumlah barang, seperti botol minuman, tiang bendera, hingga sendal, terlihat dilempar dari arah pengunjuk rasa ke arah polisi.

Sumber gambar, Kamal

Sumber gambar, ANTARA FOTO
Warga kecewa karena Bupati Pati Sudewo maupun perwakilan dari pemerintah kabupaten tidak kunjung menemui mereka.
Kekesalahan massa kian tak terbendung. Mereka akhirnya secara perlahan masuk dan mendobrak gerbang kantor Bupati.
Aparat merespons situasi itu dengan menyemprotkan meriam air ke arah warga.
Baca juga:
Puncaknya, sekitar pukul 12.00 WIB, polisi melepaskan tembakan gas air mata ke kerumunan warga. Mereka lantas berhamburan untuk menghindari gas tersebut.
Akibat dari tindakan kepolisian itu, sejumlah warga, di antaranya perempuan dan anak-anak, dilarikan ke rumah sakit.
Korban luka dalam unjuk rasa dilaporkan mencapai 33 orang. Seluruhnya kini dirawat di RSUD RAA Soewondo, kata Direktur RSUD, Rini Susilowati.
Menurut Rini, seluruh korban mengalami luka ringan dan kondisinya stabil.

Kartini, warga yang terkena gas air mata, bilang bahwa matanya perih dan dia mengalami sesak napas.
"Tolong, Pak polisi, jangan pakai gas air mata, mata ini sakit, napas sesak, ya Allah, sesak sekali," kata Kartini.
"Saya sampai nangis, padahal kena sedikit, gimana kalau banyak?" ucap Kartini, yang matanya terlihat memerah.
Perempuan 56 tahun ini berkata telah mendengar "banyak sekali" tembakan gas air mata. Dia meminta polisi menghentikan tembakan itu karena "banyak anak dan perempuan" di tengah kerumuman pengunjuk rasa.

Sumber gambar, Kamal
Warga Pati lainnya, Ario Adisaputra, datang bersama beberapa rekannya dengan menumpang truk.
Mengenakan topi caping dan kacamata, pemuda 24 tahun ini mendukung penggulingan Bupati Sudewo dari jabatannya.
"Sudewo harus lengser karena tidak mengayomi masyarakat sama sekali. Kami tidak perlu dipimpin orang pekok," ucapnya.
Retno, penjual roti dari Pati, juga menuntut Bupati Sadewo mundur.
"Sadewo harus lengser karena dia sombong sekali, semena-mena dengan rakyat kecil."

Sumber gambar, ANTARA FOTO
Perempuan 57 tahun ini mengatakan, meskipun keputusan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% telah dibatalkan, tapi baginya, Sudewo sudah terlanjur menyakiti hati rakyat.
Dia juga menilai Sudewo mengingkari janji saat kampanye dulu yang berpihak pada rakyat.
"Kami dibohongi, tidak sesuai dengan janji kampanye," ujarnya.
"Saya datang ke sini, murni dari hati, tidak ditunggangi siapa pun. Saya kan tetap di sini, sampai selesai," kata Retno.
Adapun inisiator aksi unjuk rasa, Ahmad Husein, mengatakan pihaknya akan menunggu di depan kantor bupati hingga Sudewo menyatakan mundur.
Tuntutan itu, klaimnya, tidak akan berubah dan akan terus berlanjut sampai hari-hari esok.
"Kalau hari ini tidak lengser, besok lagi, lanjut terus demo."
"Pokoknya kami akan tunggu dan mendesak Sudewo menemui masyarakat. Mau dilengserkan masyarakat atau turun sendiri?" ungkap Husein.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aji Styawan
Bupati Pati, Sudewo, menolak mundur
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, meminta Sudewo menemui warga yang sedang berdemo di kantornya. Luthfi bahkan sudah memperingatkan Sudewo secara langsung.
"Sudah saya peringatkan kepada bupati untuk menerima aspirasinya dan melihat perkembangan situasinya," ujar Luthfi di kantor Gubernur Jateng, Rabu (13/08).
Luthfi juga mempersilahkan masyarakat melalukan unjuk rasa.
"Silahkan demo, cuma jangan sampai mengganggu ketertiban umum, jangan, pelayanan masyarakat, pemerintahan harus jalan, mekanisme demokrasi harus dilalui," kata Luthfi, yang juga mantan jenderal polisi.
Sekitar pukul 12.15 WIB, Bupati Pati, Sudewo, keluar dari kantornya untuk bertemu para pengunjuk rasa.
Mengenakan kemeja putih, Sudewo menumpang kendaraan lapis baja milik kepolisian. Kendaraan itu berhenti di depan pagar yang membatasi warga dan aparat serta Sudewo yang berada di halaman kantor bupati.
"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya akan berbuat lebih baik," kata Sudewo, dari atas kendaraan lapis baja.

Sumber gambar, Dian Utoro Aji/Detikcom
Akan tetapi, Sudewo menolak tuntutan massa agar dirinya lengser.
"Saya kan dipilih rakyat secara konstitusional dan secara demokratis, jadi tidak bisa saya harus berhenti dengan tuntutan seperti itu. Semua ada mekanisme," kata Sudewo kepada para wartawan sebagaimana ditayangkan Kompas TV.
Saat ditanya wartawan lagi, apakah artinya tuntutan demonstran tak bisa dipenuhi, Sudewo menjawab singkat. "Kan sudah saya sampaikan tadi," ujarnya.
Apakah mungkin memakzulkan bupati yang dipilih melalui pilkada?
Pakar politik dari Universitas Diponegoro (Undip), Wahid Abdulrahman, menilai pemakzulan terhadap Bupati Pati bisa sangat mungkin terjadi meskipun prosesnya tidak akan mudah dan panjang.
Berpijak pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemberhentian seorang kepala daerah harus melewati serangkaian hal mulai dari mengusulkan ke Menteri Dalam Negeri dan diperiksa oleh Mahkamah Agung.
Namun demikian, dia berpendapat masifnya aksi unjuk rasa yang berlangsung pada Rabu (13/08) ini, menunjukkan betapa masyarakat sudah kehilangan kepercayaan kepada Sudewo.
Apalagi ditambah sikap DPRD Kabupaten Pati yang sepakat membentuk pansus hak angket untuk memakzulkan Sudewo.
"Bisa dibilang trust [kepercayaan] dari masyarakat dan DPRD sedang rendah-rendahnya. Sehingga kalau ditambah dengan variabel politik yang lain, [pemakzulan] sangat mungkin terjadi," ujar Wahid Abdulrahman kepada BBC News Indonesia.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aji Styawan/nym.
Tapi terlepas dari itu, dia berkata, semestinya sekarang-sekarang ini menjadi masa "bulan madunya" kepala daerah dengan warga.
Sebab, Sudewo dan Risma Ardhi Chandra baru saja terpilih dan dilantik menjadi bupati dan wakil bupati pada Februari lalu.
Dalam periode awal "bulan madu" tersebut, hubungan kepala daerah dan warga biasanya berjalan baik dan harmonis lantaran pemimpin baru berupaya menepati janji-janji kampanyenya.
Hanya saja, kata Wahid, fase itu tidak akan berlangsung lama.
Dalam kasus Bupati Pati, dia menilai Sudewo justru menyulut emosi warga dengan melahirkan kebijakan yang tak berpihak pada hajat hidup orang banyak lantaran minimnya partisipasi publik.
Baca juga:
Selain itu, gaya komunikasinya juga buruk.
"Di masa bulan madu itu, pemimpin seharusnya mendengarkan, berkata bijak, mengayomi, apalagi di Jawa Tengah ada istilah ngopeni lan nglakoni [merawat dan melaksanakan]," papar Wahid.
"Tapi ketika proses pengambilan kebijakan soal PBB-P2, sangat miskin partisipasi. Malah menantang warganya, itu kan sesuatu yang akhirnya semacam pemantik."
"Ini saya kira harus menjadi pembelajaran bagi kepala daerah, kemampuan membangun komunikasi mikro dan makro sangat menunjang keberhasilan pemerintah daerah, dimanapun di dunia ini," sambungnya.
"Padahal dalam konteks budaya Jawa, sebenarnya masyarakat itu mudah memaafkan, asal pemimpinnya mengakui kesalahan."

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aji Styawan/nym.
Pakar politik Nur Hidayat Sardini juga sependapat. Ia menilai munculnya aksi unjuk rasa warga Pati ini akibat minimnya empati Bupati Sudewo dalam membuat kebijakan.
Apalagi di tengah situasi ekonomi yang disebutnya sedang susah.
Hal lain yang juga ia kritisi terkait kegagalan DPRD sebagai pengawas kinerja kepala daerah dan pemerintahan daerah serta penyerap aspirasi masyarakat.
"Kita kan tahu daya beli rakyat sedang tidak beruntung, tetapi bupati ini memaksakan kebijakannya bahkan naik sampai 250%, ini kan sesuatu yang tidak bijak ya," ungkapnya kepada BBC News Indonesia, Rabu (13/08).
"Memang otoritas ada di tangan bupati, tapi pada saat bersamaan juga dia harus mendengarkan kemampuan rakyatnya. Lalu, apakah pantas dia menantang warganya? Itu kan tidak bijak dan semena-mena."
"Dia lupa kalau rakyat punya selera sendiri terkait dengan perasaannya."
Dapatkah kepala daerah diberhentikan?
Para pakar politik mengatakan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dilakukan jika melanggar aturan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sepanjang ingatan Nur Hidayat Sardini, sejak reformasi ada beberapa kepala daerah yang diberhentikan akibat tersandung kasus korupsi dan juga skandal pribadi:
- Bupati Temanggung, Totok Ary Prabowo, yang diberhentikan pada 2005 karena kasus korupsi dana bantuan pendidikan;
- Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno, yang diberhentikan dari jabatannya pada 2018 karena tersangkut korupsi;
- Bupati Tegal, Agus Riyanto, diberhentikan pada 2011 karena korupsi;
- Bupati Garut Aceng Fikri yang dimakzulkan karena dianggap melanggar sumpah jabatan dalam kasus pernikahan kilat dengan seorang remaja putri.
Kendati begitu, proses pemberhentian seorang kepala daerah bukan hal mudah dan prosesnya sangat panjang.
Dalam kasus Bupati Pati, kata Wahid Albulrahman, pemakzulan bisa saja terjadi tergantung pada seberapa kuat tekanan masyarakat kepada DPRD.
"Atau sebaliknya, bisa diredam kembali, meskipun juga tidak mudah karena luka masyarakat sudah terlalu dalam. Kedua, unsur-unsur politiknya semakin besar," papar Wahid.
Apa aturan untuk memberhentikan kepala daerah?
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur hal-hal apa saja yang membuat kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan dari jabatannya dan bagaimana mekanismenya.
Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilakukan karena beberapa alasan, yakni: meninggal dunia, permintaan sendiri, dan diberhentikan.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diberhentikan itu, terjadi karena hal-hal berikut:
1. Berakhir masa jabatannya.
2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan. Misalnya, menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
3. Dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan.
4. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, dalam:
- Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
- Membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
- Menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan atau merugikan daerah yang dipimpin.
- Menerima uang, barang, dan atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan, serta melakukan: korupsi, kolusi, dan nepotisme.
- Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan.
- Menyalahgunakan wewenang kepala daerah.
- Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan.
6. Melakukan perbuatan tercela: judi, mabuk, memakai atau mengedarkan narkotika, dan zina.
7. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk rangkap oleh ketentuan perundang-undangan.
8. Menggunakan dokumen dan atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen.
9. Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Bagaimana mekanisme pemberhentian bupati?
Pemberhentian bupati dan atau wakil bupati yang dinyatakan melanggar sumpah atau janji kepala daerah/wakil kepala daerah atau tidak melaksanakan kewajiban, atau melakukan perbuatan tercela diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan putusan Mahkamah Agung atau pendapat DPRD Kabupaten/Kota.
Pendapat DPRD dimaksud diputuskan melalui Rapat Paripurna yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
Selanjutnya, pendapat DPRD itu harus diperiksa, diadili dan diputuskan oleh Mahkamah Agung paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima, serta putusannya bersifat final.
Baca juga:
Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa Bupati dan/atau Wakil BUpati terbukti melakukan perbuatan tersebut, pimpinan DPRD menyampaikan usul kepada Menteri Dalam Negeri untuk pemberhentian Bupati dan/atau Wakil Bupati.
Menteri Dalam Negeri, kemudian, wajib memberhentikan Bupati dan/atau Wakil Bupati paling lambat 30 hari sejak menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPR.
Apabila pimpinan DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan pemberhentian Bupati dan atau Wakil Bupati sejak diterimanya pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, Menteri Dalam Negeri memberhentikan Bupati dan atau Wakil Bupati atas usul Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Dalam hal Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak menyampaikan usul kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Dalam Negeri memberhentikan Bupati dan atau Wakil Bupati.
Baca juga:
Tetapi, apabila DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota tidak melaksanakan Rapat Paripurna DPRD untuk mengeluarkan Pendapat DPRD terkait kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang melanggar sumpah atau janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melakukan perbuatan tercela... pemerintah pusat memberhentikan kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dimaksud.
Untuk itu, pemerintah pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah dan atau wakil kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan atau wakil kepala daerah.
Hasil pemeriksaan tersebut disampaikan oleh pemerintah pusat kepada Mahkamah Agung untuk mendapatkan keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan atau wakil kepala daerah.
Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan atau wakil kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran, pemerintah pusat memberhentikan kepala daerah dan atau wakil kepala daerah tersebut.
Apa yang melatari aksi demo ini?
Unjuk rasa yang digelar pada Rabu ini berawal dari kebijakan Sudewo yang ingin menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% pada tahun 2025.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat intensifikasi PBB-P2 bersama para camat dan anggota Pasopati di Kantor Bupati Pati.
Dilansir dari situs resmi Humas Kabupaten Pati, Bupati Sudewo memaparkan bahwa "penyesuaian pajak" ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mendukung berbagai program pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
Sebab dibandingkan dengan Kabupaten Jepara, Kudus, Rembang, penerimaan PBB di Kabupaten Pati hanya sebesar Rp29 miliar. Padahal wilayah Pati secara geografis dan potensi lebih besar.
"Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan para camat dan Pasopati untuk membicarakan soal penyesuaian Pajak Bumi Bangunan (PBB). Telah disepakati bersama bahwa kesepakatannya itu sebesar ±250% karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik," kata Sudewo.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa.
Sudewo juga menyoroti penerimaan PBB-P2 Kabupaten Pati saat ini hanya sebesar Rp29 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Jepara yang mencapai Rp75 miliar, Kabupaten Rembang dan Kudus masing-masing Rp50 miliar. Padahal klaimnya, secara geografis dan potensi, Kabupaten Pati lebih besar dari ketiga kabupaten tersebut.
Sudewo melanjutkan, penyesuaian tarif PBB-P2 diharapkan bisa memenuhi kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, serta sektor pertanian dan perikanan yang membutuhkan dana besar.
Hanya saja, keputusan itu dihujani kritik dan penolakan.
Salah satu yang menolak adalah sejumlah warga yang menamakan diri Masyarakat Pati Bersatu. Mereka inilah yang menyuarakan aksi unjuk rasa pada Rabu (13/08).
Sejak pekan lalu, kelompok ini mendirikan posko penerimaan bantuan di depan kantor Bupati Pati. Beragam bantuan mengalir, mulai dari sumbangan 3000 dus air mineral, makanan, buah, hingga hasil pertanian.
Merespons rencana warga tersebut, Bupati Sudewo sempat menjawab bahwa dirinya tidak gentar.
"Siapa yang akan melakukan penolakan, Yayak Gundul? Silahkan lakukan, jangan hanya 5.000 orang, 50.000 orang pun suruh kerahkan, saya tidak akan gentar. Saya tidak akan mengubah keputusan itu, tetap maju," ucapnya dalam video yang viral di media sosial.

Sumber gambar, https://humas.patikab.go.id/
Bupati Pati batalkan kenaikan PBB-P2
Tantangan Bupati Sudewo rupanya diterima kelompok Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Mereka bahkan menyuarakan Sudewo untuk lengser dari jabatannya karena dianggap sudah tidak layak memimpin Kabupaten Pati.
Untuk itu, mereka merencanakan aksi unjuk rasa pada 13 Agustus yang diklaim bakal dihadiri ratusan ribu orang.
"Kami juga menuntut Bapak Bupati Sudewo untuk dilengserkan dari bupati Pati, karena sudah tidak layak untuk memimpin di Kabupaten Pati," kata perwakilan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Supriyono, Kamis (07/08).

Sumber gambar, https://humas.patikab.go.id/
Selain menuntut Bupati Sudewo mundur, aliansi warga juga menyatakan penolakan atas kebijakan lima hari sekolah, menolak renovasi alun-alun Pati dengan anggaran Rp2 miliar, dan pembongkaran total Masjid Alun-alun Pati yang bersejarah.
Termasuk menolak proyek videotron sepanjang enam meter dan tinggi lima meter yang menelan biaya Rp1,39 miliar.
Besarnya suara perlawanan dari masyarakat, pada Jumat (08/08), Bupati Sudewo resmi membatalkan kenaikan PBB-P2 sebesar 250%. Pengumuman itu disampaikan di Pendopo Kabupaten Pati yang didampingi Kajari, Dandim 0718 Pati, dan Kapolresta Pati.
Dalam lama resmi Humas Kabupaten Pati, pembatalan itu dilakukan demi menciptakan situasi yang aman, kondusif, dan mendukung kelancaran perekonomian serta pembangunan daerah.
Namun, Sudewo mengakui, keputusan tersebut berdampak pada tertundanya beberapa rencana pembangunan yang telah masuk dalam perubahan anggaran 2025.
"Beberapa pekerjaan infrastruktur jalan hingga perbaikan plafon RSUD Suwondo yang rusak terpaksa ditunda. Termasuk rencana penataan alun-alun, yang semula akan dibuat lebih nyaman dan estetis, juga batal dikerjakan tahun ini," ujarnya.
Kenaikan PBB-P2 batal, mengapa warga masih berdemo?
Seorang inisiator aksi unjuk rasa, Ahmad Husein, bilang tujuan demonstrasi ini sudah final dan tak bisa ditawar lagi, yakni menuntut agar Bupati Sudewo lengser.
"Target tuntutan massa adalah [bupati] lengser. Kalau enggak lengser [hari ini], kami tetap bertahan di sini [alun-alun Pati]," ungkapnya seperti dilansir dari Kompas.com.
Dia bahkan menyatakan massa siap menduduki kawasan Alun-Alun dari hari ke hari sampai ada keputusan final.
Di tengah kerumunan pendemo, Husein dan peserta aksi lainnya serentak meneriakkan "Bupati Pati Sudewo harus lengser".

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa.
Namun begitu, Husein mengimbau peserta aksi demonstrasi untuk menjaga ketertiban dan tidak bertindak anarkistis, terutama merusak fasilitas umum.
"Kita hari ini akan membuktikan Pati aman dan damai," teriaknya.
Suasana di pusat pemerintahan Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mulai memanas sejak Rabu (13/08) pagi.
Sejak subuh, ratusan ribu warga dari berbagai wilayah memadati kawasan Alun-alun Pati untuk menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran.
Sejumlah atribut demonstrasi dan truk komando untuk orasi serta keranda jenazah simbolis bertuliskan "Keranda Penipu" telah disiapkan oleh warga di depan Kantor Bupati Pati.
Polisi kerahkan ribuan personel
Sementara itu, ribuan aparat gabungan dikerahkan saat aksi Masyarakat Pati Bersatu di Pati, pada Rabu (13/08).
Polresta Pati menyatakan skema pengamanan ketat dengan melibatkan 2.684 personel gabungan dari 14 polres jajaran, TNI, serta berbagai instansi.
Adapun personel gabungan yang dilibatkan selain dari 14 polres jajaran, yakni Satbrimob Polda Jateng, Ditsamapta Polda Jateng, gabungan direktorat, bidang dan satker Mapolda Jateng, Satpol PP, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Damkar, serta instansi terkait lainnya.
"Pengamanan akan dilakukan secara profesional dan humanis. Kami tidak hanya fokus pada pengamanan massa, tetapi juga mengutamakan komunikasi yang baik agar situasi tetap terkendali tanpa gesekan," kata Kepala Polresta Pati, Jaka Wahyudi, Selasa (12/08).
Dia berkata seluruh petugas juga mendapat arahan teknis dan mental sesuai standar operasional prosedur, termasuk cara menghadapi potensi provokasi.
Berita ini akan terus diperbarui.
Kamal, wartawan di Pati, berkontribusi untuk laporan ini.