Wowon dkk terdakwa pembunuhan berantai modus 'penggandaan uang' lolos dari hukuman mati

Salah satu pelaku dugaan pembunuhan berantai di Bekasi, Wowon Erawan.

Sumber gambar, DETIK.COM

Keterangan gambar, Salah satu pelaku dugaan pembunuhan berantai di Bekasi, Wowon Erawan.

Tiga terdakwa dalam kasus pembunuhan berantai dengan modus penggandaan uang lolos dari hukuman mati di Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bekasi menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa kepada komplotan pembunuh berantai Wowon Erawan.

Wowon, Solihin alias Duloh, dan M Dede Solehudin dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup atas serangkaian pembunuhan yang mereka lakukan. Mereka diketahui telah menghabisi nyawa sembilan orang, termasuk anak-istri Wowon.

"Terhadap ketiga terdakwa, masing-masing dijatuhi hukuman penjara seumur hidup," ujar Hakim Ketua Suparna membacakan putusan di ruang sidang 7 PN Bekasi, Rabu (01/11)), sebagaimana dikutip Kompas.com.

Majelis hakim menilai ketiga terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP.

Wowon, Solihin, dan Dede hanya terdiam dan menunduk selama sidang vonis berlangsung. Mereka mengenakan baju koko putih dibalut rompi tahanan saat duduk di kursi terdakwa.

Saat mendengar vonis penjara seumur hidup, Wowon hanya menggerakkan sedikit tangannya, pandangannya tetap lurus ke depan.

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca
Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Begitu juga dengan Solihin dan Dede. Keduanya mematung selama mendengarkan vonis yang dibacakan Suparna.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum meyakini Wowon, Solihin, dan Dede bersalah melakukan pembunuhan berencana, sebagaimana diatur dalam pasal 340 KUHP.

Wowon, Duloh, dan Dede didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Ai Maimunah (40 tahun), Ridwan Abdul Muiz (20 tahun), dan M. Riswandi (16 tahun). Ai Maimunah merupakan istri yang juga anak tiri Wowon, sedangkan Ridwan dan Riswandi adalah anak Ai Maimunah.

Selain tiga korban tersebut, ada enam orang lain yang diduga menjadi korban pembunuhan Wowon dkk.

Para terdakwa menipu korban dengan berpura-pura memiliki kemampuan supranatural untuk menggandakan uang kemudian, khawatir kebohongan itu terbongkar, mereka membunuh para korbannya.

Menurut kriminolog, motif seperti itu “cukup umum” terjadi di Indonesia. Dikatakan, selain kasus Wowon dkk setidaknya ada dua kasus serupa yang memiliki modus operandi sama.

Adapun mengapa masih ada masyarakat yang percaya pada janji-janji mendapat kekayaan dengan cepat, karena mereka memiliki kecenderungan mengukur kebahagiaan dengan ekonomi, ujar seorang pengamat sosial.

Disebutkan, sebagian masyarakat - tidak peduli latarbelakang pendidikannya - masih menjadikan "orang pintar" sebagai patron untuk mendapatkan kekayaan dengan jalan singkat.

Meresahkan masyarakat

Dalam persidangan di PN Bekasi, 2 Oktober 2023 lalu, jaksa menjelaskan bahwa salah satu faktor yang memberatkan Wowon dkk sehingga dituntut hukuman mati, selain menghilangkan tiga nyawa orang lain, adalah perbuatan mereka dianggap telah meresahkan masyarakat.

"Bahwa terdakwa telah menghilangkan nyawa orang lain yakni Ai Maimunah, Ridwan Abdul Muiz, dan M Riswandi," kata jaksa, seperti dilaporkan detikcom.

"Saudara juga meresahkan masyarakat.”

Sementara faktor yang meringankan ialah ketiga terdakwa belum pernah dihukum.

Jaksa meyakini Wowon dkk bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pengacara terdakwa, Sugijati, mengatakan bakal menyiapkan pembelaan. Dia mengaku sudah berbicara dengan para terdakwa dan mereka mengakui ada penyesalan.

"Keputusan itu ada di tangan hakim, untuk meringankan mudah-mudahan cuma seumur hidup atau 20 tahun," ujarnya.

Berawal kasus keracunan di Bekasi

Peristiwa pembunuhan berencana yang terjadi di Bekasi, Cianjur, dan Surabaya ini terungkap dari adanya "kejanggalan" pada kasus keracunan yang menimpa sebuah keluarga di Jalan Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi.

Mulanya polisi menduga lima orang tersebut keracunan biasa setelah mengonsumsi makanan.

Tapi setelah mengorek keterangan dari seorang korban dugaan keracunan yang selamat bernama Dede Solehuddin, terungkap bahwa mereka sengaja diracun usai menenggak kopi yang dicampur pestisida.

Pemeriksaan polisi mengerucut pada tiga terduga pelaku: Wowon Erawan, Solihin alis Dulloh, dan Dede Solehuddin.

Sementara itu, korban meninggal akibat diracun itu berjumlah tiga orang: Ai Maemunah, Ridwan Abdul Muiz, dan Muhammad Ruswandi. Adapun seorang anak berusia lima tahun disebut selamat bersama Dede.

Berdasarkan pengakuan ketiga pelaku, mereka sebelumnya sudah membunuh enam orang di luar dari korban di Bekasi, kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi pada konferensi pers di Jakarta.

Siapa saja korban Wowon cs?

Sejauh ini diketahui ada sembilan orang korban pembunuhan dengan terduga Wowon bersama dua rekannya Dulloh dan Dede.

Hal ini terungkap setelah polisi membongkar kuburan berisi kerangka yang berlokasi di Cianjur atau rumah milik Wowon.

Pertama, Siti, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Garut, Jawa Barat dan menjadi korban pertama saat ia hendak menagih iming-iming hasil penggandaan uang kepada Wowon.

Dia dibunuh dengan cara didorong ke laut ketika dalam perjalanan naik kapal bersama Wowon dan ibu mertua Wowon, yakni Noneng, dari Surabaya ke Mataram, NTB.

Wowon mengaku ke Siti kalau hasil penggandaan uangnya disimpan di Mataram. Polisi menyebut, Noneng lah yang mendorong Siti ke laut. Jasadnya ditemukan oleh warga dan kemudian dibawa ke kampung halamannya untuk dikubur.

Lokasi penemuan 5 orang yang ditemukan tergeletak lemas dengan kondisi mulut berbusa di wilayah Ciketing Udik, Bantar Gebang, Kota Bekasi, Kamis (12/1/2023).

Sumber gambar, KOMPAS.COM

Keterangan gambar, Lokasi penemuan 5 orang yang ditemukan tergeletak lemas dengan kondisi mulut berbusa di wilayah Ciketing Udik, Bantar Gebang, Kota Bekasi, Kamis (12/1/2023).

Kedua, Farida, yang diduga dihabisi Wowon dan Dulloh dengan cara diracun.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ini diketahui sempat tinggal bersama Wowon serta Dulloh di sebuah rumah kontrakan di Kampung Babakan Curug, Kecamatan Ciranjang pada 2021 lalu.

Kepada warga, Dulloh mengeklaim Farida sebagai anaknya dan Wowon adalah suami Farida.

Setelah lima bulan mengontrak, mereka pergi tanpa melapor ke RT setempat.

Tidak diketahui keberadaan Farida, tapi polisi menemukan jenazahnya di rumah kontrakan tersebut.

Noneng dan Wiwin adalah korban ketiga dan keempat yang dieksekusi Dulloh atas perintah Wowon pada 2019.

Noneng yang tak lain ibu mertua Wowon dibunuh dengan diracun kemudian dicekik. Begitu pula dengan Wiwin yang merupakan istri pertama Wowon.

Mulanya Wiwin dan Noneng dipancing untuk datang ke rumah Wowon di Cianjur.

Keduanya lalu disuruh tidur dengan dalih Wowon punya kemampuan supranatural, tapi tiba-tiba dicekik menggunakan kain.

Jasad keduanya dikubur dan dicor pakai semen di samping rumah tersebut. Bahkan barang pribadi mereka ikut dikubur di satu lubang.

Korban kelima, Halimah, yang disebut sebagai istri siri Wowon dan dibunuh oleh Dulloh di rumahnya di Desa Babakan Mande, Cianjur, saat berobat kepadanya.

Menurut polisi, orang terdekat mereka tahu bahwa Dulloh suka memberi pengobatan supranatural. Sejauh ini belum diketahui kapan Halimah dibunuh.

Rumah yang diduga sebagai lokasi pembunuhan korban Wowon.

Sumber gambar, DETIK.COM

Keterangan gambar, Rumah yang diduga sebagai lokasi pembunuhan korban Wowon.

Ai Maimunah, Ridwan, dan Riswandi., adalah korban keenam, ketujuh dan kedelapan. Ketiganya diracun pada 12 Januari 2023 lalu di rumah kontrakan di Jalan Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi.

Ai Maimunah adalah istri Wowon. Adapun Ridwan serta Riswandi merupakan anak tiri Wowon.

Kematian mereka menjadi awal kasus pembunuhan berantai ini terungkap. Informasi kepolisian, ketiganya akan dikubur seperti korban lainnya lantaran Wowon diketahui sudah menyiapkan lubang di kontrakan tersebut.

Bayu adalah korban kesembilan. Dia dibunuh sekitar tiga bulan lalu.

Bocah dua tahun ini merupakan anak Wowon dengan istri ketiganya Ai Maimunah. Jasad balita itu dikubur di samping rumah Wowon di Cianjur.

Apa motif pelaku?

Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran, mengatakan motif pembunuhan yang dilakukan ketiga pelaku terhadap dua TKI yakni Siti dan Farida, karena ingin menguasai harta korban.

Caranya dengan menarasikan diri memiliki kemampuan supranatural untuk menggandakan uang.

"Dulloh atau Solihin menarasikan diri punya kemampuan untuk meningkatkan kekayaan lalu kemudian menyuruh Wowon alias Aki untuk mencari korban," ujar Fadil.

Tapi ketika para korban tak kunjung menerima kekayaan seperti yang dijanjikan, mereka terus menagihnya.

Karena khawatir aksi penipuan berkedok supranatural itu terbongkar, Wowon dan Dulloh mengeksekusi para korban tersebut.

Wowon dalam pemeriksaan polisi, berperan mengantar para korban yang kemudian dieksekusi oleh Dulloh.

Adapun Dede, bertugas sebagai penggali lubang untuk mengubur para korban.

Sedangkan motif Wowon cs menghabisi Ai Maimunah, Ridwan, dan Riswandi disebut demi menutupi jejak kejahatan mereka yaitu pembunuhan berantai.

Polisi temukan tas milik korban Wowon cs.

Sumber gambar, DETIK.COM

Keterangan gambar, Polisi temukan tas milik korban Wowon cs.

Sementara motif Wowon cs menghabisi nyawa korban lain yang masih memiliki hubungan keluarga, belum diketahui.

Hingga saat ini polisi masih mendalami kejiwaan para tersangka dengan melibatkan ahli psikologi forensik dan psikiater.

Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Reni Kusumowardhani, berkata hasil pemeriksaan nanti akan diketahui mengapa Wowon cs tega membunuh istri, mertua, dan anaknya.

 

Apa hubungan para pelaku?

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Trunoyudo, mengatakan Wowon dan Dulloh sudah berkawan sejak lama.

Sementara Dede Solehuddin dengan Wowon adalah keluarga. Dede diketahui adik dari korban Ai Maimunah yang juga merupakan istri Wowon.

Temuan aliran dana dari TKI sebesar Rp1 miliar

Tim Polda Metro Jaya juga menyebut pihaknya menemukan ada aliran dana sekitar Rp1 miliar yang dikumpulkan tersangka Dede Solehuddin dari sejumlah TKI.

Uang itu ditransfer secara berkala ke rekening milik Dede setiap bulan sejak April 2019. Akan tetapi, klaim polisi, kartu ATM rekening itu dipegang oleh Wowon.

Diduga, aliran dana tersebut ada kaitan dengan penipuan menggandakan uang berkedok supranatural.

Polda Metro Jaya mengatakan mereka masih mencari siapa saja TKI yang mengirim uang ke tersangka Dede. Beberapa TKI yang berhasil dikontak polisi mengaku histeris dan kaget karena tak menyangka mereka adalah korban penipuan.

Pasalnya para TKI ini dijanjikan saat kembali ke Indonesia akan mendapat rumah yang bagus dan uang hasil penggandaan.

Kriminolog: motif bisa menggandakan uang dibungkus praktik klenik "cukup umum" di Indonesia

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan kasus pembunuhan berantai memiliki pola yang sama: pelakunya satu orang atau satu komplotan dan berlangsung dalam periode tertentu.

Merujuk pada kasus-kasus pembunuhan berantai yang terungkap di Indonesia, ada sejumlah motif mengapa pelaku membunuh korbannya.

Polisi temukan jepitan yang diduga milik korban Wowon cs.

Sumber gambar, DETIK.COM

Keterangan gambar, Polisi temukan jepitan yang diduga milik korban Wowon cs.

Pertama, karena ingin menguasai harta korban dengan iming-iming bisa menggandakan uang dengan kemampuan supranatural.

Kedua, untuk menguasai dan meningkatkan 'ilmu hitam' yang tengah dipelajarinya.

Ketiga, karena mengidap kelainan seksual atau dendam.

Dari motif-motif tersebut, kasus pembunuhan berantai dengan dalih ekonomi yaitu bisa menggandakan uang dibungkus praktik klenik "cukup umum" di Indonesia.

Apalagi cara yang dilakukan sejumlah pelaku dalam "beroperasi" juga sama: menggunakan racun.

Adrianus berkaca pada dua kasus serupa: Dukun Asep di Cianjur pada 2007 dan Dukun IS di Magelang pada 2020.

Tubagus Yusuf Maulana alias Dukun Asep mengeklaim sebagai dukun yang mampu menggandakan uang lewat upacara ritual.

Ia ketahuan membunuh delapan orang dalam rentang bulan Mei hingga Juli 2007.

Asep menghabisi nyawa para korban dengan racun ikan atau portas.

Akibat perbuatannya, ia dijerat pasal pembunuhan berencana dan divonis hukuman mati oleh hakim PN Rangkasbitung.

Di Magelang, Dukun IS mengaku kepada empat korbannya mampu menggandakan uang.

Sebagai syarat agar uang mereka berlipat ganda, pelaku menyuruh korban meminum air yang diklaim sudah didoakan.

Belakangan diketahui air itu sudah dicampur potasium sianida atau apotas.

"Jadi benang merahnya adalah praktik klenik di masyarakat masih ada. Entah itu yang disebut dukun putih atau dukun hitam, cerita-cerita itu masih hidup di Indonesia," jelas Adrianus.

"Meskipun fenomena ini makin berkurang seiring makin tingginya pendidikan dan kesejahteraan."

Polisi temukan sepatu yang diduga milik korban Wowon cs.

Sumber gambar, DETIK.COM

Keterangan gambar, Polisi temukan sepatu yang diduga milik korban Wowon cs.

Dalam kasus Wowon cs, Adrianus menduga korbannya lebih dari sembilan jika merujuk pada awal mula para pelaku mempraktikkan kemampuan penggandaan uang itu.

Apalagi dana yang dikumpulkan Wowon cs mencapai Rp1 miliar.

"Apakah cuma dua orang TKI itu yang jadi 'nasabah' Wowon cs? Karena pasti ada yang sudah diuntungkan. Nah yang belum dan mereka menagih dan tidak berhasil dibunuh berapa? Atau ada yang menagih dan hilang?"

"Saya katakan pada polisi jangan perkecil lini masa kasus ini, karena siapa tahu mereka sudah beroperasi lama dan ada praktik 'melenyapkan' korban mereka."

"Kalau benar sejak 2019, bisa dihitung, andaikan satu korban satu bulan, bisa dibayangkan berapa banyak?"

Mengapa masih ada orang yang percaya pada janji-janji mendapat kekayaan dengan cepat?

Pengamat sosial, Devie Rahmawati, menyebut pada dasarnya manusia punya kecenderungan mengukur kebahagiaan dari sisi ekonomi.

Hal itulah yang mendorong orang-orang dari latarbelakang pendidikan apapun akan cepat menerima tawaran mendapat kekayaan/kesuksesan dalam waktu singkat dan mudah.

Celah ini yang kemudian dimanfaatkan pelaku kejahatan dengan mengumbar janji berbagai metode.

Yang bikin orang-orang percaya, karena pelaku berhasil meyakinkan dirinya memiliki kekuasaan atau jabatan; kekayaan; ketenaran; dan terakhir kewibawaan.

Untuk kasus Wowon cs, Devie menilai pelaku menggunakan patron kewibawaan bahwa dia "orang pintar" sehingga korban memercayai tawaran pelaku.

"Walaupun sebenarnya metode pelaku tidak logis, tapi kalau sudah melihat 'patron' akan percaya begitu saja," ujar Devie.

"Dan jangan kaget, ini tidak ada kaitannya dengan pendidikan."