'Operasi senyap' di balik pemulangan lebih dari 500 WNI terduga korban penipuan online di Myanmar

Sumber gambar, ANTARA FOTO/POOL/Bayu Pratama S
Sebanyak 169 warga negara Indonesia (WNI) berhasil dikeluarkan dari kota Myawaddy, Myanmar, pada Selasa (18/03), kata Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Rencananya mereka akan dipulangkan ke Indonesia pada Rabu (19/03).
"169 WNI tersebut terdiri dari 149 laki laki dan 20 perempuan. Mereka semua dalam kondisi sehat. Satu perempuan dalam keadaan hamil," demikian keterangan tertulis Kemenlu Indonesia yang diterima BBC News Indonesia, Rabu (19/03).
Disebutkan, mereka terbanyak dari Sumatra Utara, Jawa Barat, Jakarta, Kepulauan Riau, serta Sulawesi Utara.
Dengan demikian, terdapat total 569 WNI yang berhasil dikeluarkan dari kota di perbatasan Myanmar dan Thailand itu selama dua hari terakhir.
Mereka diduga menjadi korban perdagangan orang (TPPO) atau penipuan online.
Sebelumnya, sebanyak 400 WNI telah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada Selasa (18/03).
Mereka tiba dalam dua rombongan, yaitu sekitar pukul 09.30 dan 11.00 WIB.
'Operasi senyap' pemulangan WNI terduga korban perdagangan orang
Dari sekitar 400 WNI yang tiba di Indonesia pada Selasa (18/03) terdiri dari 313 laki-laki dan 87 perempuan.
Mereka berasal dari 21 provinsi di Indonesia.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/POOL/Bayu Pratama S
Menurut Kemenlu Indonesia, jumlah terbanyak berasal dari Sumatra Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jakarta, serta Sulawesi Utara.
Kepada wartawan, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan, pemulangan ratusan WNI dari Myanmar ini merupakan bagian dari "operasi senyap".
"Operasi secara senyap ini kita lakukan semuanya atas perintah dan arahan Bapak Presiden," ungkap Budi Gunawan.
Pemulangan ratusan WNI membutuhkan 'waktu yang lama', kata Menlu Sugiono
Sementara, Menteri Luar Negeri Sugiono meminta masyarakat tidak memaksakan diri bekerja di luar negeri jika tidak memiliki visa kerja.
Visa kerja, menurutnya, merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki pekerja migran.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/POOL/Bayu Pratama S
Sugiono mengakui pemerintah Indonesia kesulitan memulangkan WNI korban dugaan TPPO di Myanmar, lantaran mereka berangkat secara ilegal.
Myanmar sedang mengalami konflik, sehingga pemulangan membutuhkan waktu lebih lama, kata Sugiono.
"Butuh waktu yang cukup lama untuk bisa untuk bisa berhasil sampai dan melakukan upaya evakuasi dari warga negara Indonesia yang ada di Myanmar tersebut," ungkapnya.

Sumber gambar, Myanmar Military Information Committee
Pada akhir Februari 2025 lalu, Pemerintah Myanmar telah menyerahkan 84 warga negara Indonesia (WNI) kepada perwakilan pemerintah Indonesia, Kamis (27/02), untuk dipulangkan melalui Thailand.
Mereka kemudian dipulangkan ke Indonesia pada Jumat (28/02), kata Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Mereka adalah terduga korban perdagangan orang (TPPO) di Myanmar.
Direktur Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, membenarkan informasi tersebut kepada BBC News Indonesia.
Menurut rencana, 84 orang WNI itu akan dipulangkan ke Indonesia pada Jumat (28/02), kata Judha Nugraha.
Seperti dilaporkan BBC Burma, perwakilan pemerintah Myanmar, Indonesia, dan Thailand telah bertemu pada Kamis (27/02) pagi untuk penyerahan secara resmi 84 orang WNI tersebut.

Sumber gambar, Myanmar Military Information Committee
Mereka saat ini sedang menunggu di Thailand untuk dipulangkan ke Indonesia pada Jumat (28/02).
Sebelumnya, pemerintah Indonesia sudah memulangkan 46 orang WNI terduga korban perdagangan manusia di Myanmar pada Kamis, 20 Februari 2025 lalu.

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Menurut Kemlu Indonesia, sampai Februari 2025, ada 6.800 WNI yang diduga terlibat TPPO di luar negeri.
"Angkanya masih terus bertambah," kata Judha, seperti dikutip Detik.com.
Judha Nugraha mengatakan mereka dipekerjakan sindikat judi online.
Data Kemlu menyebutkan ada 10 negara sebagai tujuan untuk bekerja termasuk di Myanmar.

Sumber gambar, Myanmar Military Information Committee

Sumber gambar, Myanmar Military Information Committee
Delapan WNI dan ratusan WNA dibebaskan dari pusat penipuan online Myanmar
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengonfirmasi sejumlah warga negara Indonesia (WNI) termasuk dalam 260 orang dari 20 negara yang dibebaskan oleh kelompok etnis bersenjata Myanmar dan dibawa ke Thailand.
Mereka adalah orang-orang yang bekerja di pusat penipuan Myanmar.
Para pekerja, yang lebih dari separuhnya berasal dari negara-negara Afrika atau Asia—termasuk Indonesia—dibawa dari Negara Bagian Karen di Myanmar dan diterima oleh tentara Thailand.
Mereka diperiksa untuk memastikan apakah mereka korban perdagangan manusia.
Direktur Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, membenarkan informasi tersebut. Kendati begitu dia belum memerinci identitas WNI yang dibebaskan.
Pekan lalu, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra bertemu dengan pemimpin China Xi Jinping, dan berjanji akan menutup pusat penipuan yang tersebar di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar.

Sumber gambar, Reuters
Otoritas Thailand telah menghentikan akses listrik dan bahan bakar dari sisi perbatasan Thailand.
Mereka juga memperketat peraturan perbankan dan visa demi mencegah operator penipuan menjadikan Thailand sebagai negara transit untuk memindahkan pekerja dan uang tunai.
Beberapa anggota parlemen oposisi di Thailand telah mendorong pemerintah Thailand untuk melakukan tindakan semacam ini selama dua tahun terakhir.

Pekerja asing biasanya dibujuk ke pusat penipuan ini dengan tawaran gaji yang besar, atau dalam beberapa kasus, dijanjikan pekerjaan di Thiland, bukan Myanmar.
Para penipu mencari pekerja yang memiliki keterampilan dalam bahasa yang menjadi sasaran penipuan dunia maya, biasanya bahasa Inggris dan Mandarin.
Mereka dipaksa melakukan aktivitas kriminal di dunia maya, mulai dari modus penipuan asmara yang dikenal sebagai "jagal babi" dan penipuan kripto, hingga pencucian uang dan perjudian ilegal.
Beberapa bersedia melakukan pekerjaan itu, tetapi yang lain dipaksa untuk tinggal, dan pembebasan hanya mungkin dilakukan jika keluarga mereka membayar uang tebusan yang besar.
Beberapa dari mereka yang berhasil melarikan diri menceritakan penyiksaan yang mereka alami.
Para pekerja asing yang dibebaskan diserahkan oleh DKBA, salah satu dari beberapa faksi bersenjata yang menguasai wilayah di Negara Bagian Karen.

Sumber gambar, Getty Images
Kelompok bersenjata ini dituduh membiarkan kompleks penipuan itu beroperasi di bawah perlindungan mereka, dan menoleransi penyiksaan yang meluas terhadap korban perdagangan manusia yang dipaksa bekerja di kompleks itu.
Pemerintah Myanmar tidak mampu memperluas kendalinya atas sebagian besar wilayah Negara Bagian Karen sejak kemerdekaan pada tahun 1948.
Pada Selasa (11/02), Departemen Investigasi Khusus Thailand—serupa dengan FBI di AS—meminta surat perintah penangkapan untuk tiga komandan kelompok bersenjata lain yang dikenal sebagai Tentara Nasional Karen.

Sumber gambar, Thai News Pix
Surat perintah penggeledahan itu mencakup Saw Chit Thu, panglima perang Karen yang membuat kesepakatan pada 2017 dengan sebuah perusahaan China untuk membangun Shwe Kokko, kota baru yang diyakini sebagian besar didanai oleh penipuan.
BBC mengunjungi Shwe Kokko atas undangan Yatai, perusahaan yang membangun kota tersebut.
Yatai mengatakan tidak ada lagi penipuan di Shwe Kokko.

Sumber gambar, Reuters
Perusahaan telah memasang papan reklame besar di seluruh kota yang menyatakan, dalam bahasa Mandarin, Burma, dan Inggris, bahwa kerja paksa tidak diperbolehkan, dan bahwa "bisnis daring" harus tutup.
Namun, kami diberitahu oleh penduduk setempat bahwa bisnis penipuan itu masih berjalan, dan kami mewawancarai seorang pekerja yang pernah bekerja di salah satu tempat itu.
Seperti DKBA, Saw Chit Thu memisahkan diri dari kelompok pemberontak utama Karen, KNU, pada 1994, dan bersekutu dengan militer Myanmar.

Sumber gambar, Thai News Pix
Di bawah tekanan dari Thailand dan China, Saw Chit Thu dan DKBA mengatakan mereka akan mengusir bisnis penipuan dari wilayah mereka.
Komandan DKBA menghubungi anggota parlemen Thailand pada Selasa (11/02) untuk mengatur penyerahan 260 pekerja.
Mereka termasuk 221 pria dan 39 perempuan, dari Ethiopia, Kenya, Filipina, Malaysia, Pakistan, Cina, Indonesia, Taiwan, Nepal, Uganda, Laos, Burundi, Brasil, Bangladesh, Nigeria, Tanzania, Sir Lanka, India, Ghana, dan Kamboja.