Anggaran pendidikan terbesar sepanjang sejarah tapi hampir setengahnya untuk MBG dikoreksi – 'Guru seakan-akan dibantu'

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Auliya Rahman
Pemerintah berencana mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun dalam Rancangan APBN 2026. Namun, anggaran pendidikan yang diklaim "terbesar sepanjang sejarah" ini belum mengarah pada kesejahteraan guru, menurut Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).
Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdana RAPBN 2026 di gedung DPR, mengatakan anggaran pendidikan 20% sekitar Rp757,8 triliun di 2026 sebagai "terbesar sepanjang sejarah kita".
Anggaran pendidikan RAPBN 2026 ini naik dari Rp724,3 triliun pada APBN 2025. Bedanya, hampir setengah dari anggaran pendidikan RAPBN 2026 (Rp335 triliun) akan dialokasikan ke program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Kita wujudkan pendidikan bermutu. Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mencetak SDM unggul dan berdaya saing global," kata Presiden Prabowo.
Namun, dalam keterangan terbaru, pemerintah mengoreksi alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan APBN 2026 untuk porsi program MBG. Semula porsi MBG Rp335 triliun, turun menjadi Rp223,6 triliun.
"MBG yang masuk dalam anggaran pendidikan adalah Rp223,6 triliun berdasarkan jumlah siswa dan santri yang akan menikmati MBG di 2026, sebesar 71,9 juta siswa dan santri," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat dengan Badan Anggaran DPR, Kamis (21/08).
Target MBG untuk ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia dini, kata Sri, nantinya masuk "dalam kategori anggaran kesehatan Rp24,7 triliun, dan Rp19,7 triliun adalah (anggaran) fungsi ekonomi".
"Jadi tidak seluruh Rp335 triliun adalah anggaran pendidikan," jelasnya.
Sri Mulyani menegaskan alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026 tetap meningkat dari tahun ini.
"Dari Rp757,8 triliun (alokasi pendidikan dalam RAPBN 2026), ini artinya naik 9,8% dibandingkan tahun 2025 yang outlook-nya ada Rp690 triliun," katanya.
Apa saja anggaran pendidikan yang dikoreksi selain MBG?
Dibandingkan presentasi Menkeu Sri Mulyani sebelumnya, Jumat (15/08), terdapat kenaikan alokasi anggaran pendidikan pada penerima manfaat guru, dosen dan tenaga pendidikan.
Awalnya anggaran tersebut Rp178,7 triliun, naik menjadi Rp274,7 triliun.
"Dari anggaran pendidikan yang langsung dinikmati oleh dosen, guru dan tenaga pendidik adalah Rp274,7 triliun, ini juga kenaikan dari tahun sebelumnya," kata Menteri Sri Mulyani
Kenaikan ini hanya terjadi pada guru, dosen dan tenaga pendidik berstatus ASN.
Rinciannya, pada Transfer Profesi Guru ASN Daerah semula Rp68,7 triliun menjadi Rp69 triliun. Lalu, Transfer Profesi Guru, Dosen dan Gaji Pendidik naik dari Rp82,9 triliun menjadi Rp120,3 triliun.

Sumber gambar, Tangkapan Layar YouTube Kementerian Keuangan

Sumber gambar, Tangkapan Layar YouTube Banggar DPR
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan tentang rencana anggaran pendidikan ini dibarengi dengan "Kado HUT RI dari presiden untuk guru".
Kado itu berupa bantuan insentif guru non-ASN, bantuan subsidi upah (BSU) guru non-formal (PAUD), dan insentif bagi 12.500 guru untuk menempuh jenjang pendidikan S1.
"Program-program tersebut merupakan terobosan pemerintah, dan sekaligus kado Bapak Presiden Prabowo untuk para guru," tambah Menteri Abdul Mu'ti.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Bagi Mila, guru honorer Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Jakarta Timur, rancangan anggaran pendidikan tahun depan melambungkan harapan agar kesejahteraannya bisa terdongkrak.
Maklum, selama lima tahun menjalani profesi guru, gaji mengajar anak-anak prasekolah yang didapat hanya berasal dari "saweran orang tua".
"Pertama mengajar gaji Rp100.000 (per bulan). Terus setahun jadi Rp150.000. Terus pas Covid, turun lagi jadi Rp125.000. Terus naik lagi dari corona, sudah stabil Rp500.000. Pas saya dapat hibah, turun lagi Rp300.000," kata orang tua tunggal ini.
Tapi itu bukan satu-satunya pemasukan Mila. Setahun terakhir, namanya terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang membuatnya masuk sebagai penerima dana hibah Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp550.000 per bulan—ditransfer tiap tiga bulan (belum dipotong pajak dan lainnya).
Dengan tambahan dana hibah ini, sebulan gajinya sebagai guru honorer sekitar Rp800.000.
Untuk menambal tagihan listrik bulanan, biaya operasional harian, sampai makan dan minum, Mila juga menerima pekerjaan sebagai tukang masak acara hajatan.
Tapi pesanan ini tidak tentu. Kadang sebulan dua kali, tiga kali, tapi bisa tidak sama sekali.
Baca juga:
- Guru honorer berjalan kaki 6km melintasi hutan dan sungai – 'Gaji tidak cukup tapi ini demi anak-anak'
- Kasus 107 guru honorer di Jakarta dipecat karena dianggap 'tak sesuai aturan'
- Pensiunan guru TK di Jambi diminta mengembalikan gaji dan tunjangan Rp75 juta – ‘Ini hak saya, masa saya harus membayar?’
Andalan lainnya berupa pendapatan dari anak semata wayang yang bekerja serabutan.
Saat mengetahui anggaran pendidikan "terbesar sepanjang sejarah" hampir setengahnya dipotong untuk MBG, Mila mengatakan, "Harusnya yang adil".
Ia juga tersenyum pahit saat menyinggung berita yang sedang ramai dibicarakan: anggota DPR bakal menerima tambahan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan.
"Awal dari mereka jadi anggota DPR, mereka jadi presiden, mereka jadi pejabat kan awalnya kan guru yang mengajar. Sedih. kasihlah tunjangan (guru) yang memadai," tambah Mila.

Sumber gambar, Getty Images
Sejujurnya, Mila tak menentang program MBG. Gizi bagi anak-anak sekolah itu penting, katanya. Tapi, semestinya, program ini menyasar anak-anak yang sulit memperoleh gizi memadai.
"Orang-orang yang berada (kelas menengah atas), itu kan otomatis mereka gizinya sudah terpenuhi, kecuali anak-anak yang enggak punya," katanya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Olha Mulalinda
Lain halnya menurut guru swasta non-ASN di Surabaya, Jawa Timur, Alfian Bahri. Menurutnya, pengalihan anggaran pendidikan untuk MBG tidak tepat alias "misorientasi".
"Banyak hal-hal fundamental yang bisa diselesaikan dengan uang segitu (Rp335 triliun), misalnya gaji guru itu sendiri," ujarnya.
Alfian yang sudah bekerja selama delapan tahun sebagai guru non-ASN, menilai MBG semestinya tidak masuk di dalam anggaran pendidikan. Musababnya, itu bukan amanat konstitusi.
Guru bahasa Indonesia yang bekerja dibayar per jam ini sudah membayangkan anggaran MBG sebesar Rp335 triliun diberikan kepada guru di Indonesia baik yang ASN maupun non-ASN.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Laporan RAPBN 2026 menunjukkan jumlah guru berstatus ASN di daerah mencapai 1,6 juta, sementara yang non-ASN sebanyak 754.747 jiwa. Tapi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memperkirakan jumlah guru non-ASN dan honorer lebih dari itu, mencapai 1,5 juta jiwa.
"Dalam perhitungan saya, satu guru dapat Rp95 juta setahun. Kalau dirata-rata sebulan Rp7 juta kan ini sebenarnya bisa menyelesaikan masalah yang selama ini mengakar," kata Alfian.
Tapi kalkulasi Alfian harus dibuyarkan dengan tekad pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menggencarkan program MBG.

Sumber gambar, ANTARAFOTO/Aditya Pradana Putra
Prabowo mengklaim program MBG berhasil meningkatkan angka kehadiran dan prestasi anak di sekolah. "PBB mengatakan bahwa MBG adalah investasi terbaik yang bisa dilakukan oleh sebuah bangsa," katanya.
Ia menjabarkan sejauh ini, sudah terbangun 5.800 Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di 38 provinsi. Klaim Prabowo, MBG telah menciptakan 290.000 lapangan kerja baru, melibatkan satu juta petani, nelayan, peternak, dan UMKM, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di desa-desa.
Alokasi MBG Rp335 triliun dari anggaran pendidikan 2026 ditargetkan bisa menjangkau 82,9 juta penerima.
Fokus ke persoalan mendasar pendidikan
Anggaran pendidikan 2026 memang "terbesar dalam sejarah", tapi hampir setengahnya disantap oleh MBG. Dengan kata lain, alokasi anggaran pendidikan tak banyak berubah, kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri.
"Jadi kami melihat anggaran pendidikan yang sangat fantastis ini angkanya mencapai Rp757 triliun dari APBN, tetapi sebenarnya tidak dinikmati dan belum berdampak pada kesejahteraan guru non-ASN," kata Zanatul.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
P2G membuat daftar persoalan mendasar pendidikan dan guru yang harus dibenahi dan dibiayai—bahkan ada yang belum disentuh pemerintah:
- Belum ada standar upah minimum guru non-ASN dan honorer sebagaimana amanat UU tentang Guru dan Dosen.
- Pembenahan kemampuan matematika, literasi dan sains siswa Indonesia. Musababnya, hasil PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan skor literasi dan numerasi siswa Indonesia relatif rendah dibanding rata-rata negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
- Peningkatan kompetensi guru.
- 1,4 juta guru belum mendapat tunjangan profesi.
- Merealisasikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pendidikan dasar gratis di sekolah dan madrasah swasta.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
"Namun pemerintah malah bikin Sekolah Rakyat, sekolah SMA Unggul Garuda yang ditafsirkan sebagai implementasi itu, menggratiskan sekolah secara bertahap. Padahal itu bukan makna dari keputusan MK menurut kami," kata Zanatul.
Maksud dia, makna keputusan MK itu adalah pemerintah mengupayakan peserta didik yang sekolah di swasta bisa gratis, atau "mudah diakses atau ringan biayanya".
"Jadi kalau kembali ke sana (membuat program sekolah baru) menurut kami ini tidak sesuai dengan amanat konstitusi," katanya. P2G mendesak agar pemerintah mengevaluasi alokasi anggaran pendidikan 2026.
Desakan yang sama disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji. "JPPI mendesak Presiden RI untuk menghentikan alokasi anggaran pendidikan yang ngawur ini," katanya.
'Kado HUT RI dari presiden untuk guru'
Pengumuman rencana anggaran pendidikan dibarengi dengan "Kado HUT RI dari presiden untuk guru".
Kado itu berupa bantuan insentif guru non-ASN, bantuan subsidi upah (BSU) guru non-formal (PAUD), dan insentif bagi 12.500 guru untuk menempuh jenjang pendidikan S1.
Subsidi upah diberikan kepada 253.470 guru PAUD non-formal. Nilainya Rp600.000 untuk total dua bulan. "Total BSU sebesar Rp125 miliar telah ditransfer langsung ke rekening masing-masing guru," kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti.
Sementara itu, insentif guru non-ASN totalnya sebesar Rp2,1 juta. Insentif ini diberikan kepada 341.248 guru, ditransfer gelontoran ke rekening masing-masing guru untuk total tujuh bulan.
"Program-program tersebut merupakan terobosan pemerintah, dan sekaligus kado Bapak Presiden Prabowo untuk para guru," tambah Menteri Abdul Mu'ti.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Namun, insentif bagi guru non-ASN ini nilainya berkurang dari tahun sebelumnya sebesar Rp3,6 juta (untuk total satu tahun). Nilai insentif yang menciut diiringi penambahan sasaran penerima dari 67.000 guru pada 2024 menjadi 341.248 guru pada 2025.
BBC News Indonesia berupaya mengonfirmasi hal ini kepada Menteri Abdul Mu'ti. Dia bilang, "Coba saya cek". Tapi sampai artikel ini diterbitkan, belum ada penjelasan lebih lanjut.
Selain insentif guru non-ASN, bantuan jenjang pendidikan, dan subsidi upah, Kemendikdasmen juga meningkatkan jumlah revitalisasi dan renovasi bangunan sekolah hingga 32,4%. Tahun lalu, revitalisasi dan renovasi sebanyak 10.395 sekolah, sekarang menjadi 13.763 sekolah.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Abdul Mu'ti juga membuat klaim tahun ini kementeriannya mulai melakukan digitalisasi pendidikan, termasuk meningkatkan pelatihan guru untuk terampil dalam hal kepemimpinan, pembelajaran mendalam, dan kecerdasan buatan.
Mila, guru honorer PAUD di Jakarta Timur, ikut menerima "kado" insentif bantuan subsidi upah sebesar Rp600.000 dari pemerintah.
"Seneng banget," katanya. Tapi kemudian, tawanya kembali muncul.
"Dari sana Rp600.000, terus karena dipotong pajak bank jadi tinggal Rp560.000 sekian. Nah kita ambilnya cuma bisa Rp400.000 sekian katanya harus disisain Rp100.000," kata Mila.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
"Jangan dipotong-potong Rp600.000, kita kan enggak makan sendiri. Kita enggak minta yang gede-gede yang penting lancar."
Di sisi lain, Alfian Bahri, guru swasta non-ASN di Surabaya, Jawa Timur, mengaku mendapat insentif Rp2,1 juta.
"(Bantuan insentif guru) sangat kuat muatan politisnya, seakan-akan dibantu. Padahal hak dasarnya saja belum terpenuhi," katanya.