Penulis: John Duerden/DW Indonesia
KOMPAS.com - Skandal dugaan penggunaan pemain asing secara ilegal oleh Malaysia dalam kualifikasi Piala Asia menyoroti praktik naturalisasi untuk memperkuat tim nasional.
Kemenangan Malaysia 4-0 atas Vietnam pada bulan Juni terlihat mengesankan. Namun, menurut badan sepak bola dunia, FIFA, kemenangan itu dicapai dengan tujuh pemain kelahiran luar negeri yang menggunakan akta kelahiran palsu untuk mengklaim bahwa kakek-nenek mereka lahir di Malaysia.
Pada September, FIFA mendenda Asosiasi Sepak Bola Malaysia atau Football Association of Malaysia (FAM) sebesar 438.000 dollar AS (sekitar Rp 7 miliar) dan menangguhkan para pemain tersebut.
FAM menyatakan awal bulan ini bahwa mereka akan mengajukan banding atas keputusan tersebut, sambil menegaskan bahwa mereka percaya tidak ada bukti yang mendukung tuduhan yang diajukan FIFA.
Skandal ini menempatkan isu naturalisasi sebagai berita utama di media-media di kawasan Asia Tenggara, yang sudah terbiasa dengan praktik ini.
Baca juga: Malaysia Ajukan Banding ke FIFA, Tak Terima Disebut Palsukan Data Pemain Naturalisasi
"Ini adalah peringatan bagi Asia Tenggara," kata Sasi Kumar, mantan pemain internasional Singapura, kepada DW.
Dia juga menambahkan bahwa negara lain pasti berpikir, dan itulah kenapa 'harus lebih berhati-hati.
Pakar pemasaran olahraga yang berbasis di Madrid, Spanyol, ini pun menyinggung negaranya sendiri.
"Malaysia menaturalisasi pemain-pemain ini dengan sangat cepat, tapi di Singapura kami melakukannya secara bertahap. Kami mencoba mendapatkan seorang pemain dari (klub Wales) Cardiff (Perry Ng) dan hampir dua tahun belum berhasil," tambahnya.
Ng lahir di Liverpool, tetapi kakek-neneknya dari Singapura, hubungan keluarga yang menjadi jalur paling umum menuju naturalisasi.
Baca juga: Anwar Ibrahim Ungkap Alasan Malaysia Tak Diundang ke KTT Gaza di Mesir
Terlebih sejak 2008, FIFA memperketat aturan jalur lain, yakni pemain harus bermain lima tahun berturut-turut di liga domestik agar bisa membela tim nasional.
Aturan ini naik dari yang sebelumnya dua tahun, setelah negara-negara seperti Qatar menaturalisasi sejumlah pemain Brasil.
Meski begitu, tidak ada harapan bahwa FIFA akan memperketat aturan hanya karena kasus Malaysia.
"Sangat sulit untuk mengubah regulasi, jadi aturan yang ada harus diikuti dengan sistem cek dan keseimbangan serta dokumentasi yang jelas," ujar Shaji Prabhakaran, anggota Komite Eksekutif Konfederasi Sepak Bola Asia, kepada DW.