KOMPAS.com – Wakil Pimpinan DPR RI bertemu dengan perwakilan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan serta sejumlah organisasi mahasiswa lain pada Rabu (2/9/2025) siang.
Pertemuan berlangsung di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, yang akrab disebut “Gedung Kura-Kura”. Hadir tiga Wakil Ketua DPR RI, yaitu Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Cucun Ahmad Syamsurijal (PKB), dan Saan Mustofa (Nasdem).
Mahasiswa tampak mengenakan jas almamater kampus masing-masing. Sebuah mikrofon diletakkan di tengah ruangan untuk memfasilitasi mereka menyampaikan aspirasi secara langsung kepada pimpinan dewan.
Pertemuan ini digelar setelah serangkaian aksi unjuk rasa di Jakarta dan berbagai daerah yang memprotes kenaikan tunjangan DPR serta menyoroti kinerja lembaga legislatif.
Perwakilan Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Trisakti, Jili Colin, menegaskan bahwa mahasiswa tidak mungkin menyalurkan aspirasi dengan cara-cara anarkis.
“Saya berani bersaksi bahwasanya kami di sini kaum terpelajar, mahasiswa-mahasiswi. Tidak mungkin, Pak, kami menyuarakan pendapat kami, aspirasi kami, keluhan rakyat, jeritan rakyat dengan tindakan-tindakan anarkis,” ujar Jili.
Baca juga: Literasi di Tengah Riuhnya Suara Perempuan di Gedung DPR
Ia juga menyoroti maraknya tudingan bahwa gerakan mahasiswa ditunggangi provokator. Menurut Jili, hal itu justru merusak semangat perjuangan.
“Betul tadi kata saudara dari BEM UI. Bahwasannya beberapa hari belakangan ini mungkin banyak sekali propaganda dari beberapa oknum-oknum provokator untuk mencederai nilai-nilai perjuangan yang kami perjuangkan ini. Itu sangat menghambat kami dalam bergerak,” katanya.
Jili juga mendesak DPR segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat dan menghentikan kriminalisasi terhadap mahasiswa serta aktivis.
“Kemudian daripada itu, kami juga menuntut Bapak-bapak sekalian untuk dapat segera menuntaskan pelanggaran HAM berat. Hentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa. Jauhkan budaya represifitas terhadap hak-hak kita, selaku mahasiswa dan masyarakat untuk bersuara,” tegasnya.
Giliran perwakilan Universitas Indonesia, Agus Setiawan, yang menyampaikan kritik tajam terhadap DPR. Ia menyinggung kabar kenaikan tunjangan anggota dewan yang dirayakan dengan berjoget di tengah kondisi rakyat yang sedang kesulitan ekonomi.
“Di tengah masyarakat rentan menderita, di-PHK, ekonomi lesu, daya beli masyarakat menurun, kok bisa ada wakil rakyat yang justru kabarnya tunjangannya dinaikkan. Dan ketika ada kabar tersebut terjadi simbolisasi joget-joget dan kemudian membuat hati kami sedih, Bapak-bapak sekalian,” ujar Agus.
Agus menilai DPR hanya hadir bagi rakyat ketika musim pemilu, namun melupakan janji setelah duduk di kursi kekuasaan.
Baca juga: Mengembalikan Marwah DPR
“Kami seakan-akan dimanfaatkan di setiap momen pemilunya saja dengan berbagai janjinya. Tetapi ketika sudah duduk di kursi yang enak ini, Bapak-bapak, Ibu sekalian, seakan-akan melupakan kami sebagai bagian dari rakyat yang seharusnya diperhatikan di setiap pertemuan rapatnya,” katanya.
Ia juga menyuarakan kekhawatiran terkait masa depan bangsa.
“Saya khawatir bahwa narasi-narasi Indonesia Emas 2045 justru tidak akan tercapai. Harapannya, agar ingat kembali amanah rakyat, mandat rakyat yang dibebankan di pundak-pundak kita sekalian, agar betul-betul bisa diperjuangkan,” ujarnya.
Selain itu, Agus Setiawan juga menuntut DPR membentuk tim investigasi independen untuk mengusut kekerasan terhadap massa aksi yang terjadi sepanjang 25–31 Agustus 2025.