KOMPAS.com - Bupati Indramayu Lucky Hakim akhirnya angkat bicara terkait perjalanannya ke Jepang bersama keluarga tanpa mengantongi izin resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Perjalanan tersebut berlangsung pada 2 hingga 7 April 2025 dan menuai sorotan karena tidak sesuai prosedur.
Kepada awak media, Lucky menjelaskan bahwa ia mengira waktu perjalanannya bertepatan dengan cuti bersama Lebaran, sehingga tidak merasa perlu mengajukan izin lebih dahulu.
“Saya merasa tanggal saya berangkat itu adalah hari libur atau cuti bersama Lebaran. Karena pada tanggal 2 April saya bekerja sendiri di Pendopo Kabupaten Indramayu,” ujar Lucky saat ditemui di Kantor Kemendagri, Selasa (8/4/2025).
Baca juga: Lucky Hakim Minta Maaf ke Warga Indramayu Usai Liburan ke Jepang Tanpa Izin
Menurut Lucky, pada saat itu hampir seluruh kantor pemerintahan di Indramayu tutup. Ia bahkan menyebut hanya dirinya yang ada di pendopo.
“Staf-staf semua libur, kantor inspektorat libur, kantor sekda juga libur, kecuali puskesmas dan rumah sakit. Jadi saya di pendopo sendirian,” jelasnya.
Lucky juga menegaskan bahwa ia tetap melaksanakan tugasnya sebagai kepala daerah dengan menggelar open house di hari pertama Lebaran.
Namun, di hari kedua, ia menyebut kantor benar-benar sepi karena hampir semua aparatur sipil negara (ASN) dan kepala dinas mengajukan cuti.
“Di hari pertama Lebaran saya masih bersama masyarakat, sorenya juga. Besoknya pun masih, tapi kantor sudah kosong. Kecuali asisten pribadi saya yang memang tidak dibiayai negara,” katanya.
Dengan asumsi bahwa 2 April adalah cuti bersama dan kantor pemerintah tutup, Lucky kemudian memutuskan kembali ke Jakarta dan melanjutkan perjalanan liburan ke Jepang.
“Dari situlah asumsi saya bahwa ini hari cuti bersama. Saya pergi (ke Jepang) dan pulang sebelum kantor buka lagi. Ternyata asumsi saya salah, dan itu sebabnya saya minta maaf,” ujar Lucky.
Baca juga: Lucky Hakim Bakal Temui Dedi Mulyadi, Klarifikasi Liburan ke Jepang Tanpa Izin
Lucky mengakui keputusannya bepergian ke luar negeri tanpa izin merupakan pelanggaran. Ia menyebut hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam regulasi itu disebutkan, setiap kepala daerah yang hendak ke luar negeri wajib mengantongi izin.
Untuk bupati atau wakil bupati, izin harus diperoleh dari gubernur dan disetujui oleh Menteri Dalam Negeri.
“Saya sadar keputusan saya salah. Kepala daerah itu tidak mengenal libur, karena tanggung jawabnya tetap melekat,” kata Lucky.