KOMPAS.com - Proyek pembangunan lift kaca di Pantai Kelingking, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali kembali menjadi sorotan publik.
Video proyek tersebut viral di media sosial karena dianggap berpotensi merusak keindahan alam dan ekosistem di kawasan wisata yang terkenal dengan tebing eksotisnya.
Proyek yang disebut memiliki nilai investasi sekitar Rp 200 miliar itu memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah. Polemik juga melibatkan pemerintah provinsi Bali dan DPRD Bali.
Menanggapi kontroversi proyek lift kaca Pantai Kelingking ini, Gubernur Bali Wayan Koster meminta Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali untuk turun langsung meninjau kondisi di lapangan.
Baca juga: Lift Kaca di Pantai Kelingking Nusa Penida Tuai Protes, Proyek Rp 200 Miliar Dihentikan Sementara
Langkah itu diambil menyusul meningkatnya perhatian publik terhadap dampak pembangunan terhadap lingkungan dan tata ruang Nusa Penida, yang merupakan bagian dari kawasan konservasi perairan Bali.
Meski kini menuai polemik, Pantai Kelingking Nusa Penida tetap menjadi salah satu destinasi wisata paling populer di Bali.
Pulau kecil ini dikenal memiliki pantai-pantai dengan pemandangan menakjubkan, dan Kelingking Beach menjadi ikon wisata alam yang banyak diburu wisatawan.
Wisatawan rela mengantre hingga satu jam hanya untuk berfoto di spot utama pantai ini karena panorama tebing dan lautnya yang memukau.
Berikut sejumlah fakta menarik tentang Pantai Kelingking:
Pintu masuk ke Pantai Kelingking berada di atas tebing dengan bukit memanjang yang menjorok ke laut, menyerupai bentuk jari kelingking.
Di sisi baratnya terdapat pantai berpasir putih yang bisa dicapai dengan berjalan kaki menyusuri ratusan anak tangga curam.
Baca juga: 7 Fakta Polemik Lift Kaca Pantai Kelingking Nusa Penida yang Tuai Protes Warga
Dari atas, Tebing Paluang atau Karang Dawa yang mengelilingi Pantai Kelingking tampak unik karena bentuknya mirip leher Tyrannosaurus Rex (T-Rex).
Sebagian wisatawan juga melihatnya seperti anak ikan paus yang berbaring di tepi laut.
Nama “Paluang” sendiri diambil dari nama pura di dekat lokasi, sementara Karang Dawa adalah nama desa setempat.
Untuk mencapai bibir pantai, pengunjung harus menuruni tebing terjal dengan kemiringan sekitar 70–80 derajat, hanya berpegangan pada pagar kayu sederhana.