KOMPAS.com - Fenomena langit istimewa berupa Gerhana Bulan Total akan menghiasi langit Indonesia pada Minggu (7/9/2025) hingga Senin (8/9/2025).
Jika kondisi langit cerah, Bulan akan tampak berwarna merah pada saat puncak gerhana dan dapat diamati langsung dengan mata telanjang.
Ketua Tim Kerja Bidang Tanda Waktu BMKG, Himawan Widiyanto, menjelaskan bahwa gerhana mulai terjadi pada Minggu (7/9/2025) pukul 22.26 WIB.
"Puncaknya di tanggal 8 September 2025 pukul 01.11 WIB dan berakhir pada tanggal 8 September 2025 pukul 04.56 WIB," kata Himawan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/9/2025).
Baca juga: Apakah Gerhana Bulan Total Bisa Dilihat dengan Mata Telanjang?
Menurut BMKG, Gerhana Bulan Total kali ini berlangsung dengan tujuh fase utama.
Adapun durasi parsialitas, yaitu dari gerhana sebagian hingga berakhir, berlangsung selama 3 jam 29 menit 24 detik.
Sedangkan fase totalitas akan berlangsung 1 jam 22 menit 6 detik.
Masyarakat juga bisa menononton pengamatan Gerhana Bulan Total malam ini melalui link live streaming di kanal YouTube Kompas.com [KLIK DISINI].
Berikut adalah jadwal pengamatan tiap fase di wilayah Indonesia barat, tengah, dan timur.
Fase gerhana bulan malam ini bisa diamati di wilayah Indonesia bagian barat pada pukul:
Fase gerhana bulan malam ini bisa diamati di wilayah Indonesia bagian tengah pada pukul:
Fase gerhana bulan malam ini bisa diamati di wilayah Indonesia bagian timur pada pukul:
Himawan memastikan fenomena ini bisa disaksikan dari seluruh wilayah Indonesia bila langit cerah.
"BMKG Pusat bakal melakukan pengamatan di Labuan Bajo dan Banjarbaru. UPT daerah yang memiliki teropong juga wajib mengamati gerhana bulan total," ujarnya.
Observatorium Bosscha menyebut lokasi terbaik menyaksikan gerhana adalah tempat tinggi yang minim cahaya buatan, seperti atap, teras, lapangan, atau taman.
Gerhana Bulan Total terjadi ketika Matahari, Bumi, dan Bulan berada pada satu garis lurus. Akibatnya, cahaya Matahari terhalangi Bumi sehingga tidak sampai ke Bulan.
BMKG menjelaskan, warna merah pada Bulan disebabkan oleh hamburan Rayleigh di atmosfer Bumi.
"Cahaya matahari yang melewati atmosfer Bumi akan terhambur, sehingga cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti biru akan tersebar lebih banyak, sementara cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang seperti merah akan lolos dan mencapai permukaan Bulan, sehingga Bulan tampak merah," tulis BMKG.
Dilansir dari Antara, Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menambahkan bahwa fase gerhana dimulai saat purnama memasuki bayangan Bumi.
"Ketika seluruh purnama masuk dalam bayangan bumi, itulah yang disebut gerhana bulan total. Kemudian bayangan bumi mulai meninggalkan purnama, kembali ke fase gerhana sebagian yang menandai proses akhir gerhana," jelasnya di Jakarta, Sabtu.
Ia menekankan, pada saat gerhana bulan total, purnama tidak benar-benar gelap.
"Ada cahaya merah yang dibiaskan atmosfer bumi yang mengenai bulan sehingga bulan tampak merah darah. Itu sebabnya gerhana bulan total sering disebut blood moon (bulan merah darah)," paparnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini