JAKARTA, KOMPAS.com - Anak yang cerdas, sehat, dan tangguh lahir dari rahim ibu yang kuat.
Namun, tahukah Anda, stunting tidak dimulai saat anak lahir, tapi sejak calon ibunya masih duduk di bangku sekolah?
Hal ini disampaikan Dr. Ade Jubaedah, S.SiT, MM, MKM, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dalam acara Hari Anak Nasional 2025.
Dr. Ade mengingatkan, jika kesehatan para perempuan muda Indonesia tidak disiapkan menjadi ibu, maka bisa menjadi ancaman nyata bagi generasi mendatang.
"Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal, semuanya dimulai dari sebelum kehamilan. Calon pengantin harus layak hamil, remaja putri harus bebas anemia," ujar Dr. Ade Jubaedah, dalam acara Hari Anak Nasional 2025, di Anjungan Papua Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, belum lama ini.
Baca juga: Risiko Stunting dan Bayi BBLR dari Kesehatan Gigi Ibu Hamil yang Buruk
Dr. Ade Jubaedah, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dalam acara Hari Anak Nasional 2025, di Anjungan Papua Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (23/7/2025). Dalam paparannya, Dr. Ade menegaskan bahwa masa 1000 hari pertama kehidupan, yang kerap menjadi acuan penting dalam pencegahan stunting, tidak cukup bila hanya difokuskan pada bayi dan ibu hamil.
Hari pertama kehidupan, sejatinya dimulai jauh lebih awal, yakni saat remaja perempuan belum menikah.
"Remaja yang anemia akan membawa dampak saat kehamilan nanti. Ini bisa menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, bahkan stunting," jelasnya.
Baca juga: Waspadai Bahaya Menoragia pada Perempuan, Bisa Sebabkan Anemia
Menurutnya, salah satu langkah penting untuk mencegah lahirnya generasi rentan adalah melakukan skrining layak hamil sejak masa remaja. Ia menyebut pentingnya pemantauan status gizi, kebersihan reproduksi, dan edukasi tentang peran nutrisi jangka panjang.
Kondisi ini sering kali tidak disadar,i karena anemia pada remaja sering dianggap "biasa", sekadar pusing, lemas, atau menstruasi tidak teratur.
Padahal, kekurangan zat besi pada usia remaja adalah faktor risiko jangka panjang yang nyata terhadap kesehatan kehamilan dan kualitas janin di masa depan.
Dr. Ade juga menekankan bahwa pemenuhan gizi pada remaja tidak selalu identik dengan makanan mahal. Edukasi menjadi kunci utama.
"Isi Piringku itu tidak harus mewah, yang penting ada karbohidrat, proten, sayur, dan buah. Disesuaikan dengan kondisi di rumah masing-masing," ujarnya.
Baca juga: Ciri-ciri Stunting pada Anak, Orangtua Wajib Tahu
Konsep sederhana seperti "Isi Piringku" perlu dikenalkan sejak dini. Namun lebih dari itu, menurut Dr. Ade, peran keluarga sangat besar dalam membangun kebiasaan makan sehat, terutama pada remaja putri yang akan menjadi ibu suatu hari nanti.
"Calon ibu masa depan itu adalah siswi SMP dan SMA kita hari ini. Kalau kita biarkan mereka anemia, maka kita sedang mempertaruhkan generasi ke depan," tegasnya.
Isu stunting, menurutnya, tak bisa diselesaikan hanya dengan pemberian makanan tambahan pada balita. Akar persoalannya lebih dalam, berawal dari tubuh remaja putri yang tidak siap menjalani kehamilan.
Oleh karena itu, upaya menciptakan anak-anak yang tumbuh optimal harus dimulai sejak remaja.
"Kalau kita ingin anak-anak sehat dan mencapai cita-cita, kita juga harus pastikan mereka lahir dari ibu yang sehat, dan ibu yang sehat itu dimulai dari remaja yang sehat," tutupnya.
Baca juga: Waspadai Bahaya Anemia pada Ibu Hamil, Bisa Sebabkan Anak Stunting
Baca juga: Kandungan Skincare yang Sering Dikira sebagai Penyebab Jerawat, Apa Saja?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang