Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tulus Abadi
Pengamat Perlindungan Konsumen dan Kebijakan Publik

Bekerja di YLKI 30 tahun, sejak 1996. Menjadi Ketua Pengurus Harian YLKI selama 8 (delapan) tahun, sejak 2015-2024. Saat ini sebagai Pengurus Harian YLKI dan Anggota BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) unsur Masyarakat, Kementerian PUPR. Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau dan Anggota APEI (Asosiasi Pengamat Energi Indonesia)

Menakar Potret Kinerja Jalan Tol

Kompas.com - 08/07/2025, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WALAU harus merogoh kocek lumayan dalam dan kadang bersungut-sungut karena tarifnya kian mahal, toh masyarakat makin gandrung menggunakan jalan tol untuk menjalankan aktivitasnya.

Hal ini menandakan jalan tol di Indonesia punya peran vital untuk mengakselerasi mobilitas dan konektivitas masyarakat, plus mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, khususnya di kawasan aglomerasi Jabodetabek, jalan tol nyaris sudah menjadi kebutuhan dan pola perjalanan pengguna kendaraan pribadi.

Bahkan, pengguna kendaraan pribadi dari generasi Milenial di Jabodetabek saat ini hampir “tidak mengenal” jalan nasional untuk perjalanan komuter maupun perjalan antarkota.

Jalan tol memang menawarkan konektivitas yang lebih baik dari sisi jarak, hambatan dan total waktu perjalanan dibandingkan dengan jalan nasional. Namun untuk mengaksesnya, sesuai regulasi, pengguna tol harus membayar sejumlah tarif tol.

Semula, jalan tol di Indonesia hanyalah ruas Jagorawi saja, yang dibangun sejak 1978, dengan panjang 59 Km. Jalan tol kemudian terus berkembang, setidaknya sejak era 1990-an hingga 2000-an.

Baca juga: APBN Robinhood: Defisit Bukan Barang Haram

Kini panjang jalan tol di Indonesia telah mencapai lompatan signifikan, yakni 3.020 Km, data per 2024. Dan akan terus bertambah.

Dengan panjang 3.020 Km tersebut, Indonesia menjadi terdepan di kawasan ASEAN untuk urusan jalan tol. Di bawah Indonesia berturut-turut adalah Malaysia (2.001 Km), Vietnam (1.850 Km), Philipina (626 Km), dan Myanmar (586,7 Km).

Lalu, bagaimana sejatinya profil kinerja jalan tol di Indonesia pada 2024?

Jika dielaborasi, kinerja dari sisi fisik, total panjang jalan tol di Indonesia yang mencapai 3.020 Km itu tersebar di lima pulau, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.

Tentu Pulau Jawa sangat mendominasi, yakni mencapai 1.830 Km (tol operasi), dan dalam proses konstruksi mencapai 531 Km.

Jalan tol di area Jabodetabek, sebagai jalan tol di area aglomerasi, mencapai 379,8 Km. Berikutnya adalah tol di Pulau Sumatera mencapai 959,9 Km.

Keberadaan jalan tol juga tak terlepas adanya tempat peristirahatan dan pelayanan (TIP), atau yang lazim disebut rest area.

Hingga akhir 2024, terdapat 123 rest area, dengan rincian tipe A (86 area), tipe B (34 area), dan tipe C—berupa parking bay mencapai 3 area. Selain itu, TIP dalam tahap konstruksi mencapai 25 area dengan berbagai tipe.

Adapun kinerja dari beberapa aspek, berikut ini catatannya. Kinerja dari sisi ekonomi, pada 2024 jumlah transaksi harian di jalan tol mencapai 5,06 juta transaksi, dan hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 1,81 persen dari tahun sebelumnya, 2023.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau