JAKARTA, KOMPAS.com - Merespons situasi nasional akhir Agustus dan awal September 2025 ini, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai meminta aparat kepolisian untuk membedakan antara mereka yang merupakan bagian dari pengunjuk rasa dan perusuh.
“Kami meminta kepada aparat penegak hukum untuk harus secara tegas dan jelas membedakan dan memisahkan para pengunjuk rasa dan perusuh,” kata Pigai di kantornya, Kuningan, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Baca juga: Natalius Pigai: Tindak Tegas Kericuhan Harus Berpedoman pada HAM
Pigai mengatakan, pemisahan antara pengunjuk rasa dan perusuh tersebut sangat penting agar proses hukumnya dapat dibedakan.
“Para demonstran maupun juga mereka yang perusuh sedang diamankan di kepolisian, penegakan hukum juga harus dibedakan,” ujarnya.
Pigai juga menegaskan, posisi pemerintah dalam penanganan aksi demonstrasi sudah sangat jelas, yang berlandaskan pada Pasal 19 Undang-Undang dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
Baca juga: Direktur Lokataru Ditangkap, Komnas HAM Minta Polisi Terapkan Keadilan Restoratif
Prinsip ICCPR tersebut adalah menyampaikan pikiran, pendapat, dan mengekspresikan perasaan adalah hak asasi manusia.
Karenanya, Pigai menyatakan, setiap warga negara boleh berkumpul dan berserikat untuk menyampaikan pendapat, pikiran, dan perasaan tersebut.
“Sebagaimana ini juga ditegaskan oleh Presiden Republik Indonesia,” ucap dia.
Demonstrasi besar sejak 25 Agustus 2025 memprotes soal tunjangan anggota DPR serta memprotes pernyataan anggota DPR.
Buruh, mahasiswa, hingga elemen-elemen masyarakat sipil berunjuk rasa di berbagai wilayah Indonesia, membawa beragam tuntutan.
Pengemudi ojek online (ojol) tewas dilindas mobil kendaraan taktis (rantis) di Jakarta Pusat pada suasana protes 28 Agustus 2025 malam.
Baca juga: Mahfud MD Nilai Demo Mereda setelah Instruksi Prabowo
Kerusuhan terjadi. Ada pula penjarahan terhadap rumah anggota DPR Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Di Yogyakarta, mahasiswa Amikom, Rheza Sendy Pratama, meninggal dunia pada 31 Agustus 2025.
Gedung DPRD Makassar dan Gedung Grahadi di Surabaya dibakar. Ada tiga orang tewas di peristiwa itu.
Sejumlah fasilitas publik juga rusak. Di Kediri, benda purbakala dilaporkan rusak atau hilang.
Baca juga: Museum Dirusak, Bupati Kediri: Mohon Kembalikan Artefak Bersejarah
Pada 2 September 2025, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut 23 daerah yang asetnya mengalami kerusakan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencermati situasi di Indonesia dan mendesak penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum HAM internasional terkait penggunaan kekuatan oleh aparat.
“Kami menyerukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan transparan atas semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk penggunaan kekuatan,” kata juru bicara Kantor HAM PBB (OHCHR), Ravina Shamdasani, Senin (1/9/2025).
Pada Senin (2/9/2025), Komnas HAM menyebut terdapat 10 korban meninggal dunia dalam peristiwa 25,28,29,30, dan 31 Agustus 2025 di sejumlah daerah.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini