GEMPA bumi berkekuatan 7,7 magnitudo telah terjadi di wilayah Sagaing, Myanmar, pada 28 Maret 2025, pukul 12.50 waktu setempat.
Lokasi episenter berjarak 17 km dari Kota Mandalay, pada koordinat 21,76 derajat Lintang Utara dan 95,83 derajat Bujur Timur, dengan kedalaman 10 km di bawah permukaan tanah.
Gempa ini berdampak luas hingga ke Thailand dan China. Sampai saat ini dilaporkan lebih dari 2.000 korban jiwa dan 3.400 luka-luka, ratusan bangunan dan infrastruktur mengalami kerusakan signifikan.
Gempa ini merupakan yang terkuat di Myanmar sejak 1912.
Meskipun gempa Myanmar tidak berdampak langsung pada Indonesia, ada beberapa hal yang tetap perlu diwaspadai. Gempa besar seringkali diikuti gempa susulan yang bisa memengaruhi wilayah sekitar.
Jika aktivitas seismik berlanjut di Myanmar dan daerah sekitarnya, bisa saja terjadi tekanan tektonik yang berdampak pada wilayah lain, termasuk Indonesia.
Gempa Myanmar berada di jalur Sesar Sagaing, yang merupakan bagian dari pergerakan Lempeng Eurasia.
Sedangkan Aceh dan Sumatera bagian barat berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dan dipengaruhi aktivitas Lempeng Indo-Australia yang menekan ke Lempeng Eurasia.
Dengan demikian, guncangan besar di Myanmar bisa memicu redistribusi tekanan pada lempeng lain, termasuk potensi dampaknya pada Indonesia, terutama untuk wilayah pantai barat Sumatera, seperti Banda Aceh, Simeulue, Nias, Padang, Bengkulu, Kepulauan Andaman dan Nikobar.
Data spasial CORS (Continuously Operating Reference Stations) dapat digunakan untuk mendukung mitigasi bencana gempa bumi.
CORS adalah jaringan stasiun penerima Global Navigation Satellite System (GNSS) yang beroperasi secara kontinu dan menyediakan data koordinat dengan presisi tinggi. Di Indonesia, jaringan CORS dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
Pemanfaatan utama Data CORS yang dikelola BIG adalah untuk mendukung pemetaan digital secara nasional. Semakin detail pemetaan yang dilakukan, diperlukan dukungan data CORS yang semakin rapat.
Di sisi lain, data CORS dapat digunakan untuk monitor pergeseran vertikal maupun horisontal dari lempeng tektonik, secara real-time dengan tingkat presisi hingga milimeter.
Dengan memanfaatkan teknik GPS geodetik, perubahan posisi permukaan bumi dapat dianalisis secara detail untuk memahami dampak gempa terhadap wilayah terdampak.
Data CORS juga dapat digunakan untuk mengamati pola pergeseran tanah sebelum dan sesudah gempa, yang berguna memahami mekanisme pelepasan energi seismik.