Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/04/2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali.

Meski sudah diajukan sejak 2009, RUU Masyarakat Adat masih tak kunjung disahkan sampai hari ini.

Pakar hukum dan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Ismala Dewi mengatakan, pengesahan RUU tersebut perlu dilakukan untuk memberikan keadilan dan memenuhi hak masyarakat adat.

Baca juga: Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Hal tersebut disampaikan Ismala dalam diskusi daring pada Selasa (22/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.

"Sudah 15 tahun, artinya sudah lama sekali. Artinya belum sampai ini keadilan karena untuk menjamin kepastian masyarakat, untuk mencapai kesejahteraan itu belum terealisasi," jelas Ismala.

Secara khusus dia menyoroti isu air yang menyangkut masyarakat adat akibat pembangunan, perubahan iklim, dan tekanan ekonomi atas hak mereka. 

Masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya, termasuk atas sumber daya alam seperti air yang dijaga dengan penerapan hukum adat.

Dalam kesempatan tersebut, dia meminta pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat tidak bertentangan, sebaliknya dapat memperbaiki aturan lama.

Baca juga: Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

"Sehingga substansi UU Masyarakat Adat menjadi lebih lengkap sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya atau bahkan dapat memperbaiki aturan sebelumnya apabila dianggap peraturan lama tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat," jelasnya.

Dia juga mendorong agar pasal yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam RUU itu memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XI/2013 yang lebih jelas narasinya dan lebih lengkap substansinya.

Diberitakan sebelumnya, akademisi dari IPB University Rina Mardiana menyampaikan pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi wujud nyata dari amanat konstitusi.

Hal itu disampaikan Rina dalam diskusi publik Hak-Hak Tradisional Masyarakat Adat dan Urgensinya terhadap Upaya Mendorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Rabu (16/4/2025).

Diskusi publik yang digelar Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat tersebut menjadi ruang reflektif sekaligus strategis untuk menggali kembali makna hak-hak tradisional dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

Baca juga: Tak Ada Kapal Laut, 4.000 Masyarakat Adat di Enggano Terancam Terisolasi

Rina menyampaikan, masyarakat adat adalah masyarakat otohton yaitu masyarakat yang memiliki hubungan historis dan budaya yang kuat dengan wilayah tertentu.

Masyarakat adat memiliki sistem hukum, sosial, dan ekonomi sendiri yang berbeda dari masyarakat di sekitarnya. 

"Tanpa UU ini, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat masih bersifat sektoral, lambat, diskriminatif, dan rawan menimbulkan konflik," kata Rina dikutip dari siaran pers, Kamis (17/4/2025).

Rina menyampaikan, mereka juga memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam secara tradisional, serta hak untuk mengatur diri sendiri. 

"Mereka bukan dari pecahan dari negara atau pecahan kerajaan," tuturya.

Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat Jaga Kelestarian Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Pemerintah
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau