JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yuliana Susilowati, mengungkapkan tutupan lahan mangrove di pesisir Semarang, Jawa Tengah, kian menurun selama 10 tahun terskhir.
Hal ini diketahui usai penelitian melalui teknologi kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI) serta data citra satelit Sentinel 2, dan Landsat 8 yang menghasilkan peta dinamika perubahan lahan mangrove.
“Analisis temporal mengungkapkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi penurunan luas tutupan lahan mangrove di pesisir Semarang secara signifikan. Kondisi ini menandakan adanya ancaman serius terhadap fungsi ekologis mangrove, baik sebagai pelindung alami pesisir maupun sebagai penyimpan karbon biru,” ujar Yuliana dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025).
Ia menjelaskan, pengujian dilakukan melalui algoritma AI yakni minimum distance, k-nearest neighbor, classification & regression ttrees (CART), serta random forest. Selain itu, input data citra orisinal Sentinel 2, Landsat 8, serta citra indeks seperti vegetation index (NDVI), water index (NDWI), built up index (NDBI), dan mangrove index (MVI).
Baca juga: Pemerintah Rancang Zonasi untuk Rehabilitasi Mangrove di Indonesia
Menurut Yuliana, data training dan testing bertujuan pengembangan dan validasi model diperoleh dari data sekunder serta data pengamatan lapangan berupa ground truth check. Selanjutnya, akurasi hasil pemetaan dievaluasi menggunakan confusion matrix.
“Hasil studi menunjukkan citra Sentinel 2 mampu menghasilkan peta tutupan lahan dengan akurasi lebih tinggi dibandingkan Landsat 8, sehingga menghasilkan peta tutupan mangrove yang lebih akurat dan memiliki detail spasial yang lebih baik," ucap Yuliana.
Dari sisi algoritma, random forest terbukti paling unggul dalam mengklasifikasikan lahan mangrove.
Dengan temuan tersebut, pihaknya menekankan bahwa AI untuk analisis citra satelit merupakan instrumen penting untuk mendukung perencanaan tata ruang berbasis data, konservasi pesisir, serta pengelolaan karbon biru secara berkelanjutan.
Ia berharap, pemetaan mangrove berbasis data citra satelit dan kecerdasan buatan dapat membantu pemerintah daerah, komunitas lokal, maupun generasi muda untuk menjaga kawasan pesisir.
“Mangrove bukan sekadar pohon, melainkan sumber kehidupan mulai dari penyerap karbon biru, rumah bagi biota laut, hingga pelindung daratan,” jelas dia.
Baca juga: Di Tengah Gencarnya Jargon Karbon Biru, Mangrove dan Lamun Menyusut
Diberitakan sebelumnya, Ketua Tim Kerja Perencanaan Strategis dan Lintas Sektor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ade Wiguna, menyatakan RI memiliki mangrove seluas 3,4 juta hektare dengan estimasi nilai cadangan karbon mencapai 887 juta ton karbon. Namun, luasan ekosistem ini menurun seiring berjalannya waktu.
"Tercatat ini sejak tahun 1980-2000 kurang lebih 52.000 hektare per tahun mangrove hilang, karena sebagian besar dikonversi menjadi lebih tambak," papar Ade dalam Lokakarya Nasional Penataan Ruang Laut pada Ekosistem Karbon biru di Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
Degradasi padang lamun selama 10 tahun terakhir menyebabkan 10 persen luasannya hilang. Ade mengungkapkan bahwa limbah, industri, plastik, serta aktivitas tambang turut menyebabkan sedimentasi sehingga merusak ekosistem pesisir.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya