KOMPAS.com - Sistem pertanian yang tidak ramah lingkungan akan menyebabkan terjadinya proses degradasi tanah. Terdapat beberapa bentuk degradasi tanah akibat sistem pertanian yang tidak ramah lingkungan.
Pertama, erosi tanah atau longsor. Kedua, unsur hara terbawa aliran di permukaan. Ketiga, kehilangan bahan organik tanah (BOT). Keempat, pencucian hara. Kelima, salinasi atau peningkatan kadar garam terlarut dalam tanah.
Keenam, asidifikasi atau penurunan pH secara bertahap. Ketujuh, sealing atau pembentukan lapisan tipis yang mengeras di permukaan tanah. Kedelapan, pemadatan tanah. Kesembilan, pergerakan tanah. Kesepuluh, akumulasi bahan beracun di dalam tanah.
"Itu yang akan terjadi jika pengelolaan tanah kita tidak mengindahkan aspek-aspek lingkungan," ujar Inspektor dan Tim Ahli Indonesian Organic Farming Certification (INOFICE), Achmad Rachman dalam webinar, Selasa (23/9/2025).
Menurut Achmad, kandungan BOT yang ideal dalam tanah semestinya sebesar 3-5 persen. Namun, saat ini kandungan BOT dalam tanah di Indonesia umumnya sekitar 1 persen, dan bahkan sudah ada yang di bawahnya.
Baca juga: Atasi Fragmentasi Informasi, Pertanian Berkelanjutan Butuh Pendekatan Digital
Padahal, kandungan BOT merupakan indikator kunci kualitas dan kesuburan tanah. Krisis iklim akan memperparah kondisi tanah yang berkualitas sudah buruk akibat sistem pertanian tidak ramah lingkungan.
Sistem pertanian ramah lingkungan menawarkan solusi untuk memulihkan tanah yang terdegradasi. Proses pemulihan tanah perlu dimulai dengan beralih dari pertanian organik. Untuk lahan pertanian yang berlereng, kata dia, sebaiknya menerapkan sistem pencegahan erosi. Misalnya, terasering.
Selain itu, perlu pemberian mulsa organik (material penutup permukaan tanah berbahan alami) dan pemupukan yang berimbang. Sistem pertanian ramah lingkungan juga memperhatikan rotasi tanaman, perbaikan drainasi, konservasi air, serta pengelolaan tanah minimum lainnya.
"Jadi, sistem (pertanian) berkelanjutan itu akan terjadi bila proses restorasi (pemulihan) tanah lebih besar atau sama dengan proses degradasi," tutur Achmad.
Peningkatan kandungan BOT melalui pertanian organik akan menghasilkan kondisi tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman.
Peningkatan kandungan BOT tersebut juga akan memperbaiki kualitas lingkungan dan menghasilkan pangan yang sehat untuk dikonsumsi. Apalagi, semakin bagus kualitas tanah, maka akan lebih tanah (resiliensi) terhadap krisis iklim.
Di sisi lain, peningkatan produktivitas pertanian organik akan berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan.
"Produktivitas dari perlakuan (melalui) pertanian organik lebih tinggi daripada perlakuan yang lain. Itu sangat signifikan dibandingkan kontrol yang mengandalkan pada asupan kimia. Jadi, pada tahun ke-7 sudah ada perbaikan produktivitas," ucapnya.
Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Jalan Pulang Menuju Pertanian Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya