KOMPAS.com - Olahraga terbukti membantu orang-orang yang mengidap sindrom patah hati atau Takotsubo cardiomyopathy, menurut studi terbaru. Olahraga yang dimaksud adalah berenang, bersepeda, dan aerobik.
“Pada sindrom Takotsubo, ada dampak serius pada jantung yang mungkin tidak kembali normal," kata dosen klinis kardiologi University of Aberdeen, yang mempresentasikan penelitian tersebut, Dr. David Gamble, dilansir dari The Guardian, Minggu (7/9/2025).
Baca juga:
"Kami tahu bahwa pasien dapat mengalami dampak ini seumur hidup dan bahwa kesehatan jantung jangka panjang mereka serupa dengan orang yang selamat dari serangan jantung," tambah Gamble.
Lantas, apa itu sindrom patah hati atau Takotsubo cardiomyopathy? Simak selengkapnya.
Takotsubo cardiomyopathy adalah penyakit jantung berupa menurunnya fungsi ventrikel jantung secara akut. Kondisi ini juga dikenal sebagai sindrom patah hati.
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pemicu sindrom patah hati ini adalah stres baik fisik maupun emosional, misalnya kehilangan seseorang yang dikasihi.
Takotsubo cardiomyopathy diperkenalkan oleh dokter di Jepang bernama dokter Sato di Hiroshima City Hospital pada tahun 1990.
Adapun nama "takotsubo" merupakan bahasa Jepang yang secara harfiah berarti "perangkap gurita".
Pengidap sindrom patah hati terbilang jarang. Namun, seiring berjalannya waktu, saat ini tercatat ada ratusan ribu orang di seluruh dunia yang hidup dengan sindrom ini.
Lebih dari 90 persen kasus yang dilaporkan terjadi pada perempuan berusia 58 hingga 75 tahun. Sebagian besar pasien pulih tanpa kerusakan jantung jangka panjang, dilansir dari Harvard Health Publishing.
Gejala sindrom patah hati mirip seperti serangan jantung. Tidak hanya itu, pasien sindrom patah hati beisiko dua kali meninggal lebih dini dibandingkan dengan populasi umum.
Beberapa pasien mengalami gagal jantung serta harapan hidup yang lebih pendek. Saat ini belum ada obat untuk sindrom patah hati.
Baca juga: