Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Di tengah meningkatnya angka kecemasan pada anak, menjadi orangtua kini bukanlah perkara mudah.
Banyak orangtua kerap tak sadar bahwa anak mereka sebenarnya sedang menyimpan kekhawatiran yang cukup dalam.
“Setiap hari, kami menerima panggilan dan email dari orangtua yang bingung harus berbuat apa ketika anaknya merasa cemas,” kata pakar parenting yang juga terapis anak Ashley Graber dan Maria Evans dikutip dari CNBC, Sabtu (3/5/2025).
Menurut keduanya, langkah pertama untuk membantu anak yang merasa cemas adalah dengan memahami apa yang sebenarnya mereka khawatirkan.
Baca juga: 8 Kalimat Orangtua yang Bikin Mental Anak Kuat dan Percaya Diri
Berikut enam hal yang sering membuat anak-anak merasa cemas tapi tak disadari orangtua mereka.
Seiring bertambahnya usia, anak mulai mencari jati diri dan peduli dengan pendapat teman sebaya. Keinginan untuk diterima dan disukai bisa menjadi sumber tekanan tersendiri bagi anak.
“Anak yang merasa berbeda, baik dari penampilan, minat, latar belakang budaya, atau ras sering kali merasa takut dijauhi atau bahkan menjadi sasaran ejekan,” jelas Graber dan Evans.
Baca juga: 6 Ciri Anak dengan Kepribadian Sangat Sensitif
Kehadiran media sosial memperkuat dinamika sosial yang sudah kompleks di dunia nyata.
Graber menyebutkan, banyak anak kini belajar membandingkan diri mereka melalui unggahan teman-teman mereka di platform digital.
Graber dan Evans menekankan pentingnya peran orangtua dalam mendampingi penggunaan media sosial anak.
“Tanpa pengawasan, kecemasan mereka meningkat. Mereka melihat kehidupan orang lain secara daring dan mungkin mulai merasa buruk tentang kehidupan mereka sendiri, yang membuat mereka semakin khawatir,” terang keduanya.
Baca juga: Ingin Bolehkan Anak Main HP? Ketahui 2 Hal Ini Dulu Menurut Ahli
Pindah rumah, pindah sekolah, atau kehadiran adik baru bisa menjadi momen yang penuh campuran emosi bagi anak.
Menurut Graber dan Evans, sebelum anak bisa melihat sisi positif dari perubahan, mereka terkadang lebih dulu mengambil rasa negatifnya.
“Misalnya sebelum mereka bisa menikmati kehadiran saudara baru, mereka mungkin merasa sedih karena tidak lagi menjadi anak tunggal,” contoh Graber dan Evans.
Baca juga: Ingin Anak Taat Peraturan Sekolah? Terapkan Hal Ini Menurut Psikolog
Ketika setiap jam anak diisi dengan kegiatan akademik atau ekstrakurikuler, ruang untuk beristirahat menjadi sangat sempit. Padahal, waktu luang adalah bagian penting dari keseimbangan emosi anak.