KOMPAS.com - Betapa enaknya jadi bayi, bisa menangis sepuasnya tanpa dihakimi. Justru disayangi, ditenangkan, diberi makan. Kadang, itu saja sudah cukup membuat hari terasa lebih baik.
Tapi begitu dewasa, air mata harus disembunyikan. Di kantor, tangisan hanya boleh di kamar mandi, itu pun sambil berharap bilik sebelah kosong agar kerentananmu tak jadi bahan gosip. Dunia di luar sana terasa keras, bahkan untuk sekadar menangis sendirian.
Baca juga: Berapa Kalori yang Terbakar Saat Menangis?
Kita semua punya alasan untuk menangis. Entah itu karena kepergian orang terkasih, konflik pekerjaan, atau sekadar menemukan sesuatu yang menyentuh di media sosial.
Dr. Alla Demutska, direktur klinis psikoterapi dan konseling di The School of Positive Psychology, mengatakan menangis adalah pengalaman yang unik bagi manusia.
"Sementara hewan menghasilkan air mata untuk melindungi mata, hanya manusia yang menangis secara emosional. Filsuf Hippocrates berteori bahwa air mata adalah 'uap dari hati yang mendidih karena emosi'," katanya.
Saat bayi, kita menangis untuk menandakan kebutuhan dasar kita; lapar, tidak nyaman, dan bahaya. Namun, dengan bertambahnya usia, serta menjalani babak-babak penting dalam hidup, termasuk pernikahan, kelahiran, dan kehilangan, tangisan bergeser menjadi tangisan yang lebih pelan, mengekspresikan kedalaman emosi yang kompleks.
Baca juga: 3 Cara Meredakan Emosi yang Meluap Menurut Psikiater
Ilustrasi berduka."Seperti panci presto, menangis dapat berfungsi sebagai katup tekanan untuk melepaskan perasaan tertekan seperti sedih, frustrasi, atau bahkan bahagia", kata Serene Lee, seorang psikoterapis dan pendiri pusat konseling ICCT.sg.
Secara fisik, menangis memungkinkan tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol dan prolaktin melalui air mata.
Baca juga: Waspadai Tanda Hormon Stres Kortisol Tinggi pada Tubuh
"Setelah menangis, tubuh menjadi rileks, detak jantung melambat dan napas menjadi lebih dalam, dan itulah mengapa kita sering merasa lebih ringan atau lebih damai," kata Lee.
Tetapi mengapa kita juga menangis saat bahagia? Itu terjadi ketika sistem emosional dipenuhi oleh intensitas positif.
"Jalur emosional di otak dapat tumpang tindih untuk kesedihan dan kebahagiaan, sehingga menangis menjadi pelampiasan emosi yang kuat," kata Lee.
Kita meneteskan air mata saat bahagia karena emosi kita 'terlalu meluap' untuk ditampung. Menangis membantu tubuh kita melepaskan luapan emosi tersebut, meskipun positif. Menangis juga berfungsi sebagai cara untuk mengungkapkan rasa syukur, kelegaan, atau ikatan batin yang mendalam.
Saat bayi berusia enam minggu, ia akan menangis rata-rata sekitar 2,25 jam per hari, menurut meta-analisis studi yang melibatkan hampir 8.700 bayi di seluruh dunia. Pada usia 12 minggu, rata-rata tangisannya akan berkurang menjadi 68 menit per hari. Dan itu baru permulaan.
Baca juga: Sering Curhat ke Chatbot AI, Waspadai Risiko Ketergantungan Emosional
Seiring pertumbuhan dewasa, perempuan menangis jauh lebih banyak daripada laki-laki, yaitu 30 hingga 64 kali per tahun (sebagai perbandingan, laki-laki menangis lima hingga 17 kali per tahun).
Namun, hal ini bukan disebabkan oleh perbedaan biologis seperti hormon. Sebaliknya, perbedaan frekuensi ini mencerminkan norma ekspresifitas, kata Dr. Demutska, mengutip sebuah studi yang mengamati lebih dari 7.000 individu dari 37 negara.