JAKARTA, KOMPAS.com – Penangkapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, pada Senin (1/9/2025) malam menuai sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Sejumlah kejanggalan dalam prosedur disebut terjadi sejak awal proses penangkapan hingga status hukum Delpedro yang langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Sekitar pukul 22.32 WIB, seorang saksi bernama Bilal mendengar ketukan di gerbang kantor Lokataru.
Saat pintu dibuka, tampak sekitar 10 orang berpakaian hitam yang mengaku berasal dari Polda Metro Jaya. Mereka langsung mencari keberadaan Delpedro.
Baca juga: Direktur Lokataru Delpedro Marhaen Dikabarkan Ditangkap Polisi, Solidaritas Buka Suara
“Delpedro mana Delpedro?” tanya salah satu dari mereka. Dari ruang belakang, Delpedro menjawab, “Saya Pedro!”
Ia kemudian diperlihatkan selembar kertas berwarna kuning yang disebut sebagai surat penangkapan.
Namun, menurut saksi, isi surat tersebut tidak pernah dijelaskan.
Aparat hanya menyebut adanya ancaman pidana lima tahun serta menyatakan akan menyita barang-barang, termasuk laptop.
“Pedro, ayo ikut kami,” kata salah seorang sebelum Delpedro dibawa dengan mobil Suzuki Ertiga hitam.
Satpam kompleks menjadi saksi mata peristiwa itu.
Rekan Delpedro, Daffa, sempat membuntuti mobil tersebut.
Baca juga: Polisi Tangkap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen atas Dugaan Penghasutan
Menurut LBH Jakarta, penangkapan dilakukan tanpa kekerasan, tetapi berlangsung terburu-buru dengan pengawalan enam mobil.
“Tidak ada kekerasan dalam penangkapan, tapi janggal karena terkesan terburu-buru untuk membawa Pedro,” ucap Pengacara Publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, Selasa (2/9/2025).
Fadhil menegaskan, seseorang yang belum berstatus tersangka tidak boleh ditangkap.
“Kami menilai ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan penyidik,” ujarnya.